Friday, November 12, 2004

Dan Langit Pun Menangis

Setiap kali Ramadhan akan pergi, selalu saja ada rasa perih di hati, entah kenapa selalu saja begini, dari tahun ketahun dari Ramadhan ke Ramadhan..selalu saja meninggalkan perih yang amat sangat di dada....
Kekhawatiran semakin menjadi-jadi karena kita tidak tahu apa yang terjadi dimasa yang akan datang..entah kita masih menjejakkan kaki diatas bumi ini atau sudah terbujur kaku diperut bumi...
Dada ini makin perih menangis karena amalan kita Ramadhan ini ternyata masih kurang untuk menebus syurga dengan segala isinya...pantaskah...?
Tapi air mata telah habis karena kita memang Maha Dhoif...tak ada yang bisa kita lakukan ketika hisab itu nanti dimulai....
Hanya mengharapkan kemurahan Rabb Yang Maha Pemurah saja....hisab itu akan dimudahkan, tapi akankah itu menjadi kepastian atau hanya impian...Yaa Allah Robb ku tercinta.....kemanakah hamba meminta pertolongan..disaat wajah-wajah tertunduk malu dihadapanMu...karena tak memiliki prestasi ibadah...yang patut dibanggakan...
Dan Ramadhan ini akan segera berlalu dengan cepat, karena langit pun akan segera berubah menjadi gelap, berganti dengan lantunan takbir terindah yang menggema disudut-sudut langit...
Dan semua makhluk pun terdiam menyimak keindahan yang tiada tara..dimana seluruh puji-pujian hanyalah milik Rabb Yang Maha Terpuji..dan kini terpampanglah ke Maha PemurahanNya ketika semua amalan-amalan Ramadhan kita dibalas dengan berlipat ganda bahkan dengan imbalan syurga seluas langit dan bumi untuk hamba-hambaNya yang telah berkeringat dan bersimbah peluh ketika memberikan hak-hak Tuhannya.
Tapi tetap saja hati ini terasa perih...karena Ramadhan kini akan segera meninggalkan kita...dan kita tak tahu entah kapan dia kembali untuk kita...
Rabbi jikalau pertemuan denganMu membuat Mu lebih ridha kepadaku maka percepatlah hisabku dialam kubur nanti...dan balaslah amalan-amalan andalanku pada Ramadhan kali ini, atau jika Engkau beri ijin hamba untuk memberikan prestasi ibadah terbaik hamba maka sampaikanlah umur hamba pada Ramadhan yang akan datang...amiin ya robbal 'alamin

Thursday, November 11, 2004

Sudut Kamar dengan Biru Aura, 24.33 wib

Kututup lembar hari yang baru berakhir. Rebahkan kepala dan mencoba pejamkan mata. Mengenang bergilirnya episode hidup dan kehidupan yang terus berjalan. Dinamis dan tak pernah statis. Meski ia kadang pelangi, atau guntur yang menakutkan terjadi. Parade jiwa-jiwa hari ini kusaksikan. Dan kupejamkan mata kuat-kuat, menyesali kehidupan sosok muda penuh fatamorgana, berbungkus glamour kesemuan yang memperdaya.
Meraup duka dari ratusan sosok mungil yang bertebaran dijalan-jalan karena terpaksa atau bahkan dipaksa. Menganyam empati atas rasa kehilangan ceria dimasa kecil terindah yang harus tiada.
Mengencangkan semangat dan membakarnya demi tegak nurani dan sepadannya perilaku dan kata. Melantangkan kebenaran dihadapan kedzoliman penguasa. Bukan menjadi sosok-sosok apatis yang sibuk berkutat didunia mininya dengan segudang buku bermilyar halaman, atau yang masih bangga dengan klasiknya semboyan, "Buku, Pesta dan Cinta".
Meresap azzam dan cita para syuhada yang tak pernah rela Al Quds ternoda. Mengumpulkan asa dan keberanian yang tiada terkira.
Menjemput maut demi perjumpaan dengan Rabbnya semata.
Kembali kupejamkan mata. Sepenggal parade jiwa-jiwa hari ini usai sudah.

01.00 dinihari, 18.11.03
Detik-detik I'tikaf dalam Ramadhan yang begitu cepat melesat....

Perbatasan Gaza, 23.59 Waktu Setempat

Bayang seseorang tampak tunduk terpekur dalam keheningan malam. Mencoba mencari dan menyusun kekuatan pada sumber Yang Teramat Kuat, mencoba mengais iba pada Zat Tunggal Yang Maha Perkasa.Tersengguk disekanya tetes-tetes yang menggenang dipelupuk kedua mata. Bukan! Bukan tangis kedukaan! Tetapi keterharuan yang memuncak dalam impian akan perjumpaan dengan wajah Kekasih yang dirindukan. Pun pada wangi kesturi keni'matan jannah Sang Raja Yang Maha Menundukkan.
Diucapkannya basmalah, dan ditanggalkannya berlapis-lapis riya' yang mungkin terpasung di alam bawah sadarnya. Bangkit ian bergegas menyambut seruan Tuhan, dan menggumam perlahan, "ini untuk ayah-bundaku, adik-kakakku, teman-teman seperjuanganku, untuk Al Aqsha, untuk Palestina, untuk Al Islam!".
Mengeras rahangnya menahan degup dendam suci atas tercabiknya kehormatan. Berkilat mata elangnya menyiratkan tekad penuh kesungguhan dan keberanian tak kenal gentar.

Mengendap. Berkelebat dibawah bayang-bayang purnama yang tersaput awan. Begitu mudah memasuki perbatasan yang dijaga ketat budak-budak hina, sosok-sosok kera berwujud manusia. Aman sudah. Dan....., Dduuuaaarrrrrr!!!!!!". Keping-keping usus terburai, cairan tubuh berlelehan, merah darah memuncrat, daging-daging menjadi potongan kecil serupa cincangan. Jasad itu musnah sudah. Namun ruhnya melayang mengangkasa, dijemput cantik bidadari yang tak sempat ditemuinya didunia. Merengkuh kesucian yang lama dicita-citakan. Dan Sang Cinta Tertinggi beserta singgasana yang mengalir sungai-sungai dibawahnya telah menanti datangnya jiwa. Dunia tidaklah seberapa.