Wednesday, February 22, 2017

Ulama Pewaris Nabi

ULAMA PEWARIS NABI
Ibnu Said Alboney, Lc, Alhafidz
  Kebanyakan orang – orang awwam sangat terbatas kemampuan mereka dalam mengambil inspirasi dari 2 wasiat yaitu Alquran dan sunnah. Keterbatasan ini karena tetidakpahaman mereka terhadap bahasa arab, ilmu tafsir, dan hadits, serta kaidah-kaidah ushul fiqh.
           Oleh karena itu, dibutuhkan perangkat lain untuk menjelaskan hal yang dimaksud dari Alquran dan Sunnah. Idealnya seorang muslim hendaklah memiliki kemampuan ijtihad sendiri dalam memahami kedua perangkat tersebut.
Alhamdulillah, Rasulullah saw tidak hanya mewariskan kedua pusaka di atas tetapi juga mewariskan orang-orang yang menjelaskan maksud dari keduanya dan bagaimana menerapkan keduanya dalam kehidupan manusia. Mereka ini adalah orang-orang yang mewarisi ilmu dari Rasulullah saw, para sahabat, dan tabi’in. Mereka ini yang sering kita kenal dengan ulama. Rasulullah saw bersabda :
العُلَمَاءُ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ , فَإِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَا يَرِثُوْنَ دِيْنَارًا وَ لَا دِرْهَمًا , وَ إِنَّمَا يَرِثُوْنَ العِلْمَ ، فَمَنْ أَخَذَهُ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ )
“ Ulama itu pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidaklah mewariskan dinar atau dirmham. Akan tetapi mereka hanya mewariskan ilmu. Siapa yang mengambilnya maka sungguh ia telah mengambil bagian yang besar”.
Imam Ahmad berkata :
“ Manusia membutuhkan ilmu melebihi kebutuhan mereka terhadap roti dan air. Karena ilmu dibutuhkan manusia setiap saat, sedangkan roti dan air dibutuhkan manusia sekali atau dua kali dalam sehari”.
Ulama tidak hanya mewarisi ilmu dari nabi saja. Akan tetapi mereka juga diberi tanggungjawab sebagaimana apa yang diberikan kepada para nabi yaitu misi kenabian. Misi kenabian tercakup dalam firman Allah swt :
“ Dialah yang telah memunculkan dari kalangan ummi seorang rasul yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, mensucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah padahal mereka sebelumnya berada dalam kesesatan yang nyata”.
Ayat di atas menjelaskan bahwa tugas para ulama adalah :
a. Membacakan ayat-ayat Allah atau mengajarkan umatnya membaca kitab sucinya tilawah, dan qiroah.
b. Mensucikan mereka yaitu membersihkan mereka dari segala akhlak tercela melalui ritual-ritual ibadah, kemudian mengisi hati mereka dengan akhlak terpuji. Imam Malik mengartikan kata tazkiyah dalam ayat ini dengan : “ mengajarkan adab”. Bahkan beliau selalu mengajarkan kepada murid-muridnya adab sebelum fiqih.
c. Mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah. Kitab yaitu Alquran, dan hikmah yaitu sunnah. Maksudnya tugas ulama adalah mengajarkan kepada umatnya bagaimana mengimplementasikan pesan-pesan ilahiyyah, dan hikmah dari perjalanan Rasulullah saw dalam kehidupan pribadi, keluarga, pekerjaan, dan hubungan social kemasyarakatan.
Jadi, berpegang teguh kepada para ulama berarti berpegang teguh kepada ajaran Rasulullah saw, para khulafa rosyidin, dan para salafussholih. Berati juga berpegang teguh kepada wahyu Ilahi.

“ Dan siapakan orang yang paling baik perkataannya dari orang yang menyeru kepada Allah , berbuat kebaikan, dan ia berkata : Sungguh saya adalah bagian dari orang-orang yang berserah diri”  QS Fushshilat : 30-31
Imam Ahmad berkata :
“ Pondasi sunnah menurut kami adalah berpegang teguh kepada para sahabat dan meneladani mereka”.
Penjelesan-penjelasan ulama, ijtihad, dan pandangan-pandangan mereka dapat kita jumpai pada atsar, kitab madzahib, atau fatawa –fatawa. Atsar berasal dari para sahabat, kitab madzahib berasal dari ulama yang memiliki cara pandang tertentu dalam memahami teks Alquran dan sunnah sebagai suatu pemahaman syariah yang disebut fiqih seperti Madzhab Abu Hanifah, Hambali, Maliki, Syafi’iy , Auza’iy, Zhohiry, Layyits dan masih banyak lagi. Sedangkan fatawa adalah pendapat-pendapat ulama terkait persoalan umat di zamannya yang belum mereka dapati pada ulama sebelum zaman mereka misalnya Majma Fatawa karya Ibnu Taimiyah, dan Fatawa Ma’ashiroh karya DR Yusuf Alqaradhowy.
                Kita amati di zaman sekarang banyak orang yang begitu jauhnya dari para ulama. Mereka mengangggap ulama itu hanya mencari popularitas, dan harta dengan fatwanya. Sebagian lainnya berusaha menjauhkan masyarakat dari ulama karena khawatir kehilangan popularitas, dan kedudukan, bahkan takut kehilangan penghasilan karena sumber penghasilan mereka bertentangan dengan fatwa ulama.
Memang tidak bisa dipungkiri ada juga ulama atau orang-orang berkenampakan ulama yang memanfaatkan kedudukan dan ketokohan mereka untuk mencari popularitas, bahkan memakan harta manusia dengan jalan yang bathil. Ulama seperti ini bukanlah ulama yang dimaksud bahkan mereka merusak reputasi ulama yang hanif, dan ikhlas.
Abu Hazim, Salamah bin Dinar berkata :
“ Sesungguhnya sebaik – baik pemimpin adalah yang mencintai ulama, dan sejelek – jelek ulama adalah yang mencintai para pemimpin”.
Lalu bagaimanakah seorang muslim membedakan antara ulama yang rabbaniy dengan ulama yang suu’ ( jelek ) ? Setidak-tidaknya kita dapat membedakan antara keduanya dengan beberapa cirri-ciri berikut :
1. Ikhlas. Ulama yang hanif adalah ulama yang ikhlas atau yang sangat independent dalam berfatwa. Ia tidak bergantung pada siapa pun dalam memberikan arahan kepada umatnya. Ia tidak pernah takut kehilangan fungsi jabatan struktural tertentu untuk menyatakan yang benar. Saksikanlah bagaimana Imam Ahmad bin Hanbal tetap pada pendiriannya mengatakan bahwa Alquran adalah kalam Allah dan bukan makhluk meski beliau harus dipenjara oleh penguasa. Iklash adalah orientasi kerja hanya untuk Allah bahkan sampai pada urusan duniawi sekalipun. Alhasan berkata : “ Semoga Allah merahmati hamba yang senantiasa mengoreksi keinginannya. Jika itu karena Allah, maka ia lakukan, dan jika tidak karena-Nya maka ia tinggalkan “.  
2. Faqih, yaitu mengatahui yang halal dan dan haram. Allah swt berfirman “ Ia memberikan hikmah pada siapa yang Dia kehendaki. Siapa yang diberi hikmah maka sungguh ia telah dianugerahkan kebaikan yang banyak. Dan tidak berfikir kecuali orang-orang yang diberi akal”.   Rasulullah saw bersabda : “ Siapa yang dikehendaki Allah kebaikan maka Dia jadikan orang itu faqih ( paham ) terhadap agama”.
3. Istiqomah. Yaitu konsisten dalam beribadah, dalam kondisi sulit maupun lapang. Allah swt : “ Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan tuhan kami adalah Allah lalu ia istiqomah maka kami pasti turunkan kepada mereka malaikat – malaikat yang berkata : “ Janganlah kamu khawatir dan sedih, dan bergembiralah dengan surga yang dijanjikan kepada kalian”. Kami adalah penolong kalian di dalam kehidupan dunia dan di akhirat……”  Imam Syafi’iy berkata : “Apabila kalian melihat seseorang berjalan diatas air atau terbang di udara maka janganlah mempercayainya dan tertipu dengannya sampai kalian mengetahui bagaimana dia dalam mengikuti Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam”.
4. Husnul Khuluq, yaitu sikap yang terpuji. Seorang ulama harus tetap bersikap baik bahkan ketika berhadapan dengan orang –orang yang menyakitinya. Abu Hanifah yang memiliki tetangga seorang pemuda yang setiap malam mengganggu kekhusyuan ibadah beliau dengan nyanyian dan minuman keras tetap bersikap baik padanya. Bahkan ketika pemuda itu ditangkap beliaulah yang membebaskan pemuda itu dari penjara dengan harapan ia akan bertaubat. Dan benarlah pemuda itu akhirnya bertaubat dan menjadi tetangga yang baik. Allah swt berfirman : “ Tidak sama perbuatan baik dan perbuatan buruk. Balaslah kejahatan itu dengan kebaikan….”
5. Khosyyah, rasa takut yang mendalam kepada Allah. Bahkan Allah menyatakan bahwa khosyyah adalah suatu sifat yang hanya dimiliki oleh ulama yang hanif : “ Hanya ulama lah yang takut kepada Allah dari kalangan hamba-hamba-Nya”  . Rasa takut yang besar inilah yang membuat seorang alim tidak takut pada manusia meski tetap santun. Ia berani menyatakan kebenaran walaupun tidak sesuai dengan selera manusia. Abul Qosim Alhakim bertutur : “ Siapa yang takut terhadap sesuatu ia akan lari darinya. Tetapi siapa yang takut kepada Allah Ia justru lari mendekat kepada-Nya”.
Inilah cirri – cirri ulama yang benar, yang harus kita ikuti. Jika kita bertemu dengan mereka maka bersahabatlah dengan mereka, hormati mereka, jadikan mereka tempat bertanya di kala kebingungan. Fatwa mereka adalah suatu bentuk bimbingan dari Allah swt.
“ Maka bertanyalah kepada ahli ilmu jika kalian tidak mengetahui “  QS Alanbiya : 7

No comments: