Monday, January 21, 2008

Wanita dan Tulang Rusuk


Walaupun sudah ada segala-galanya.
Apalagi yang tidak ada di surga, namun Nabi Adam as tetap merindukan Hawa.
Kepada wanitalah lelaki memanggil Ibu, Isteri atau Puteri.
Dijadikan mereka dari tulang rusuk yang bengkok untuk diluruskan oleh lelaki.
Tetapi kalau lelaki sendiri yang tidak lurus.
Tidak mungkin mampu hendak meluruskan mereka.
Tak logis kayu yang bengkok menghasilkan bayang-bayang yang lurus.
Luruskanlah wanita dengan cara petunjuk Allah.
Karena mereka diciptakan begitu rupa oleh mereka.
Didiklah mereka dengan panduan dari-Nya :

JANGAN COBA JINAKKAN MEREKA DENGAN HARTA,
NANTI MEREKA SEMAKIN LIAR
JANGAN HIBURKAN MEREKA DENGAN KECANTIKAN,
NANTI MEREKA SEMAKIN MENDERITA

Yang sementara itu tidak akan menyelesaikan masalah.
Kenalkan mereka kepada Allah, Zat yang Kekal.
Disitulah kuncinya.

AKAL SETIPIS RAMBUTNYA, TEBALKAN DENGAN ILMU,
HATI SERAPUH KACA, KUATKAN DENGAN IMAN,
PERASAAN SELEMBUT SUTERA HIASILAH DENGAN AKHLAK

Suburkanlah mereka karena dari situlah nanti mereka akan nampak
penilaian dan keadilan Tuhan.
Akan terhibur dan berbahagialah mereka, walaupun tidak jadi ratu cantik dunia,
Presiden ataupun perdana menteri negara atau Woman Gladiator.

Bisikkan ke telinga mereka Bahwa Kelembutan Bukan
Suatu Kelemahan.Sebaliknya disitulah kasih sayang
Tuhan, karena rahim wanita yang lembut itulah yang
mengandungkan lelaki-lelaki wajah : Negarawan,
karyawan, jutawan dan wan-wan lain. Tidak akan lahir
Superman tanpa Superwoman.
Wanita yang lupa hakikat kejadiaannya, pasti tidak
terhibur dan tidak menghiburkan.

Tanpa ilmu, iman dan akhlak bukan saja tidak bisa
diluruskan,Bahkan mereka pula membengkokkan.

LEBIH BANYAK LELAKI YANG DIRUSAKKAN OLEH PEREMPUAN
DARIPADA PEREMPUAN YANG DIRUSAKKAN OLEH LELAKI
SEBODOH-BODOH PEREMPUAN PUN BISA MENUNDUKKAN
SEPANDAI-PANDAI LELAKI.

Itulah akibatnya apabila wanita tidak kenal Tuhan.
Mereka tidak akan kenal diri mereka sendiri, apalagi
mengenal lelaki. Kini bukan saja banyak Boss telah
kehilangan sekretaris; Bahkan anak pun akan kehilangan
Ibu, Suami, kehilangan Isteri dan Bapak akan
kehilangan Puteri. Bila wanita durhaka, dunia akan
huru-hara.Bila tulang rusuk patah, rusaklah jantung,
hati dan limpa.

Para lelaki pula jangan hanya mengharap ketaatan,
Tapi binalah kepemimpinan. Pastikan sebelum memimpin
wanita menuju ALLAH.Pimpinlah diri sendiri dahulu
kepada-NYA.Jinakkan diri dengan ALLAH, niscaya
jinaklah
segala-galanya di bawah pimpinan kita.

JANGAN MENGHARAP ISTERI SEPERTI SITI FATIMAH,
KALAU PRIBADI BELUM LAGI SEPERTI SAYYIDINA ALI

Kepada Anak Perempuanku




Semoga DIA menjadikanmu manusia yang halus perasaannya sedemikian halus, hingga dapat kaurasakan derita orang-orang yang terlunta di lorong-lorong peradaban dan dapat kau jelang mereka dengan penuh kasih sayang karena mereka adalah bagian dari dirimu juga, perempuan.

Semoga DIA menjadikanmu manusia yang tajam pemikirannya sedemikian tajam, hingga dapat kau pecahkan buih-buih kebencian yang meracuni pengetahuan dan jernihlah muara sejernih hulunya karena abadinya nilai-nilai kesempurnaan tak dapat digantungkan kepada apa pun lagi selain kepada bening cintamu, perempuan.

Semoga DIA menjadikanmu manusia yang kuat sendirian sedemikian kuat, hingga ketika kau telah mampu hidup tanpa bergantung kau pun mampu memilih untuk seutuhnya tergantung kepada siapa pun yang dihadirkanNYA untukmu karena kau sadar bahwa kau memang tercipta untuk dinikahi, perempuan.

Semoga DIA menjadikanmu manusia yang tinggi martabatnya sedemikian tinggi, hingga dapat kau rendahkan hatimu serendah-rendahnya dan tangguhlah azab bagi mereka yang belum ridho mengesakanNYA sungguh esalah sucimu hanya dengan DIA sebagai saksi karena kenyataanmu memanglah tersembunyi, perempuan.

Semoga DIA menjadikanmu manusia yang dapat menahan pandangan sedemikian tahan, hingga ingatanmu kepadaNYA mampu menghanguskan setiap nafsu yang menyerang dari dalam dan luar dirimu dan menjadi cahaya lah wajahmu bagi pencari kebenaran serta hanya cadar hitam lah rupamu bagi pencari pembenaran karena hanya DIA lah yang kau jumpa dan hanya wajah NYA yang kau damba setiap kau temukan dirimu dalam cinta

dan..........

DIA lah hijab dihadapan siapa pun kau berada.

DETIK-DETIK MENJELANG KEPERGIANNYA MANTAN PRESIDEN SOEKARNO

Jakarta, Selasa, 16 Juni 1970.

Ruangan intensive care RSPAD Gatot Subroto dipenuhi tentara sejak pagi. Serdadu berseragam dan bersenjata lengkap bersiaga penuh di beberapa titik strategis rumah sakit tersebut. Tak kalah banyaknya, petugas keamanan berpakaian preman juga hilir mudik di koridor rumah sakit hingga pelataran parkir. Sedari pagi, suasana mencekam sudah terasa. Kabar yang berhembus mengatakan, mantan Presiden Soekarno akan dibawa ke rumah sakit ini dari rumah tahanannya di Wisma Yaso yang hanya berjarak lima kilometer.

Malam ini desas-desus itu terbukti. Di dalam ruang perawatan yang sangat sederhana untuk ukuran seorang mantan presiden, Soekarno tergolek lemah di pembaringan. Sudah beberapa hari ini kesehatannya sangat mundur. Sepanjang hari, orang yang dulu pernah sangat berkuasa ini terus memejamkan mata. Suhu tubuhnya sangat tinggi. Penyakit ginjal yang tidak dirawat secara semestinya kian menggerogoti kekuatan tubuhnya. Lelaki yang pernah amat jantan dan berwibawa dan sebab itu banyak digila-gilai perempuan seantero jagad, sekarang tak ubahnya bagai sesosok mayat hidup.

Tiada lagi wajah gantengnya. Kini wajah yang dihiasi gigi gingsulnya telah membengkak, tanda bahwa racun telah menyebar ke mana-mana. Bukan hanya bengkak, tapi bolong-bolong bagaikan permukaan bulan. Mulutnya yang dahulu mampu menyihir jutaan massa dengan pidato-pidatonya yang sangat memukau, kini hanya terkatup rapat dan kering. Sebentar-sebentar bibirnya gemetar. Menahan sakit.
Kedua tangannya yang dahulu sanggup meninju langit dan mencakar udara, kini tergolek lemas di sisi tubuhnya yang kian kurus.

Sang Putera Fajar tinggal menunggu waktu. Dua hari kemudian, Megawati, anak sulungnya dari Fatmawati diizinkan tentara untuk mengunjungi ayahnya. Menyaksikan ayahnya yang tergolek lemah dan tidak mampu membuka matanya, kedua mata Mega menitikkan airmata. Bibirnya secara perlahan didekatkan ke telinga manusia yang
paling dicintainya ini.

"Pak,Pak,iniEga." .Senyap.

Ayahnya tak bergerak. Kedua matanya juga tidak membuka. Namun kedua bibir Soekarno yang telah pecah-pecah bergerak-gerak kecil, gemetar, seolah ingin mengatakan sesuatu pada puteri sulungnya itu. Soekarno tampak mengetahui kehadiran Megawati. Tapi dia tidak mampu membuka matanya. Tangan kanannya bergetar seolah ingin menuliskan sesuatu untuk puteri sulungnya, tapi tubuhnya terlampau lemah untuk sekadar menulis. Tangannya kembali terkulai. Soekarno terdiam lagi.

Melihat kenyataan itu, perasaan Megawati amat terpukul. Air matanya yang sedari tadi ditahan kini menitik jatuh. Kian deras. Perempuan muda itu menutupi hidungnya dengan sapu tangan. Tak kuat menerima kenyataan, Megawati menjauh dan limbung. Mega segera dipapah keluar. Jarum jam terus bergerak. Di luar kamar, sepasukan tentara terus
berjaga lengkap dengan senjata.

Malam harinya ketahanan tubuh seorang Soekarno ambrol. Dia coma. Antara hidup dan mati. Tim dokter segera memberikan bantuan seperlunya. Keesokan hari, mantan wakil presiden Muhammad Hatta diizinkan mengunjungi kolega lamanya ini. Hatta yang ditemani sekretarisnya menghampiri pembaringan Soekarno dengan sangat hati-hati. Dengan segenap kekuatan yang berhasil dihimpunnya, Soekarno berhasil membuka matanya. Menahan rasa sakit yang tak terperi, Soekarno berkata lemah.

"Hatta.., kau di sini..?".

Yang disapa tidak bisa menyembunyikan kesedihannya. Namun Hatta tidak mau kawannya ini mengetahui jika dirinya bersedih. Dengan sekuat tenaga memendam kepedihan yang mencabik hati, Hatta berusaha menjawab Soekarno dengan wajar. Sedikit tersenyum menghibur.

"Ya, bagaimana keadaanmu, No?" . Hatta menyapanya dengan sebutan yang digunakannya di masa lalu.Tangannya memegang lembut tangan Soekarno. Panasnya menjalari jemarinya. Dia ingin memberikan kekuatan pada orang yang sangat dihormatinya ini.

Bibir Soekarno bergetar, tiba-tiba, masih dengan lemah, dia balik bertanya dengan bahasa Belanda. Sesuatu yang biasa mereka berdua lakukan ketika mereka masih bersatu dalam Dwi Tunggal. "Hoe gaat het met jou.?" Bagaimana keadaanmu?
Hatta memaksakan diri tersenyum. Tangannya masih memegang lengan Soekarno.

Soekarno kemudian terisak bagai anak kecil. Lelaki perkasa itu menangis di depan kawan seperjuangannya, bagai bayi yang kehilangan mainan. Hatta tidak lagi mampu mengendalikan perasaannya. Pertahanannya bobol. Airmatanya juga tumpah. Hatta ikut menangis.

Kedua teman lama yang sempat berpisah itu saling berpegangan tangan seolah takut berpisah. Hatta tahu, waktu yang tersedia bagi orang yang sangat dikaguminya ini tidak akan lama lagi. Dan Hatta juga tahu, betapa kejamnya siksaan tanpa pukulan yang dialami sahabatnya ini. Sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh manusia yang tidak punya nurani.

"No."

Hanya itu yang bisa terucap dari bibirnya. Hatta tidak mampu mengucapkan lebih. bibirnya bergetar menahan kesedihan sekaligus kekecewaannya. Bahunya terguncang-guncang. Jauh di lubuk hatinya, Hatta sangat marah pada penguasa baru yang sampai hati menyiksa bapak bangsa ini. Walau prinsip politik antara dirinya dengan Soekarno tidak bersesuaian, namun hal itu sama sekali tidak merusak persabatannya yang demikian erat dan tulus. Hatta masih memegang lengan Soekarno ketika kawannya ini kembali memejamkan matanya.

Jarum jam terus bergerak. Merambati angka demi angka. Sisa waktu bagi Soekarno kian tipis. Sehari setelah pertemuan dengan Hatta, kondisi Soekarno yang sudah buruk, terus merosot. Putera Sang Fajar itu tidak mampu lagi membuka kedua matanya. Suhu badannya terus meninggi. Soekarno kini menggigil. Peluh membasahi bantal dan piyamanya. Malamnya Dewi Soekarno dan puterinya yang masih berusia tiga tahun, Karina, hadir di rumah sakit. Soekarno belum pernah sekali pun melihat anaknya.

Minggu pagi, 21 Juni 1970. Dokter Mardjono, salah seorang anggota tim dokter kepresidenan seperti biasa melakukan pemeriksaan rutin. Bersama dua orang paramedis, Dokter Mardjono memeriksa kondisi pasien istimewanya ini. Sebagai seorang dokter yang telah berpengalaman, Mardjono tahu waktunya tidak akan lama lagi.

Dengan sangat hati-hati dan penuh hormat, dia memeriksa denyut nadi Soekarno. Dengan sisa kekuatan yang masih ada, Soekarno menggerakkan tangan kanannya, memegang lengan dokternya. Mardjono merasakan panas yang demikian tinggi dari tangan yang amat lemah ini. Tiba-tiba tangan yang panas itu terkulai. Detik itu juga Soekarno menghembuskan nafas terakhirnya. Kedua matanya tidak pernah mampu lagi untuk membuka. Tubuhnya tergolek tak bergerak lagi. Kini untuk selamanya sang Proklamator telah pergi. Situasi di sekitar ruangan sangat sepi. Udara sesaat terasa berhenti mengalir. Suara burung yang biasa berkicau tiada terdengar. Kehampaan sepersekian detik yang begitu mencekam. Sekaligus menyedihkan. Dunia melepas salah seorang pembuat sejarah yang penuh kontroversi. Banyak orang menyayanginya, tapi banyak pula yang membencinya. Namun semua sepakat, Soekarno adalah seorang manusia yang tidak biasa. Yang belum tentu dilahirkan kembali dalam waktu satu abad. Manusia itu kini telah tiada.

Dokter Mardjono segera memanggil seluruh rekannya, sesama tim dokter kepresidenan. Tak lama kemudian mereka mengeluarkan pernyataan resmi: Soekarno telah berpulang ke pangkuan sang pencipta

Suara Hati Petani Kedelai


Suara Hati Petani Kedelai

Oleh :

Anton Apriyantono
Menteri Pertanian RI

Menjadi petani kedelai awalnya karena aku lahir dari keluarga petani
kedelai. Memanfaatkan lahan dan iklim yang sesuai dengan kebutuhan
tanaman kedelai merupakan tradisi lama turun-temurun. Pilihan ini
bagiku merupakan keputusan yang mulia, setingkat dengan dokter yang
mengobati orang sakit, guru yang mencerdaskan rakyat, dan pemuka agama
yang menyebarkan ajaran-NYA.

Aku berusaha menjadi pekerja keras, banting tulang di terik matahari
yang panas untuk mengemban tugasku. Di bawah terik matahari aku
mengolah tanah, menanam, dan merawat kedelai yang nota benenya tanaman
subtropis, yang tentu memerlukan teknologi yang tepat agar
produktivitasnya masih bisa tinggi walau ditanam di daerah tropis.

Alhamdulillah dengan ketekunan dan sentuhanku, kedelai dapat
diselamatkan dari serangan hama dan penyakit yang jumlahnya sangat
banyak. Juga dapat diselamatkan dari kondisi curah hujan yang sering
tidak menentu karena tanaman kedelai ini rentan terhadap curah hujan
tinggi.

Aku merasa bahagia dan bangga sekalipun secara ekonomi usaha taniku
pas-pasan. Menjadi kaya hanya angan-angan, naik pesawat hanya impian,
kalau makan cukup saja sudah bersyukur. Kepuasanku manakala aku dapat
berkontribusi menyediakan makanan sehat kegemaran saudara sebangsa dan
setanah airku, yaitu tempe, tahu, kecap, dan tauco.

Saat panen raya, harga meluncur jatuh, aku hanya menangis seorang
diri. Jerih payah dan pengorbananku memang tidak sia-sia, tetapi tidak
mendapatkan penghargaan yang sepadan dari mitraku.

Dalam pikiran sederhanaku, mengapa harga tahu dan tempe tidak pernah
turun, tetapi harga kedelai naik dan turun? Mungkinkah pengrajin tahu
dan tempe sangat bergantung pada importir kedelai sebagai akibat
importir membanjiri produk sejenis dari impor sehingga harga kedelaiku
jatuh? Aku tidak peduli, mau pedagang dan pengrajin kedelai mengimpor
kedelai dengan harga semu lebih murah, aku tetap bertanam kedelai.

Sekalipun produk kedelaiku dicerca mutunya kurang baik, warnanya
kurang bersih, harganya mahal, pasokannya tidak kontinu, aku tidak
peduli. Sekali berproduksi, tetap berproduksi, aku yakin pasti ada
pengadilan yang paling tinggi, tidak bisa diintervensi, apalagi disogok.

Dalam kondisi tertekan, aku tetap tegas dan berprinsip: siapa yang
menanam pasti memanen, siapa berbuat baik maka merekalah yang akan
memetik hasilnya kelak di kemudian hari. Bertahun-tahun prinsip itu
aku pegang, sambil berusaha dan terus berdoa agar nasibku dan
keluargaku dimuliakan.

Sekalipun aku dizalimi bertahun-tahun, aku tidak pernah protes,
apalagi berdemo sampai Istana Presiden. Selain tidak punya biaya,
buang-buang waktu, aku tahu diri karena belum banyak yang bisa aku
perbuat untuk negeri ini. Masak minta-minta terus, aku malu sekalipun
rakyat miskin dan tidak mampu.

Aku selalu tulus, berprasangka baik kepada siapa pun termasuk kepada
pedagang kedelai dan pengrajin tahu tempe yang beberapa kali
menjatuhkan harga kedelaiku. Aku tetap pasrah atas nasib setelah
berusaha dan berdoa sesuai kemampuanku.

Aku percaya sepenuhnya bahwa di atas pengadilan pasti ada pengadilan
yang paling adil dan tidak dapat dipengaruhi atau diintervensi siapa
pun, apa pun pangkat, posisi, dan kekuatan finansialnya. Aku juga
sadar kebanyakan masyarakat masih miskin dan memerlukan pangan bergizi
tinggi yang murah, pangan berbahan baku kedelai adalah pilihannya.

Kesabaranku berbuah ketika tahun 2007, harga jagung melonjak akibat
trade off dengan penggunaan bioenergi. Lahan potensial pertanaman
kedelai baik di Indonesia maupun di Amerika dialihkan menjadi lahan
jagung. Pasokan kedelai nasional turun, konsumsi tetap bahkan ada
kecenderungan meningkat seiring dengan pertambahan penduduk, harga
kedelai impor melonjak tidak tertahankan. Pedagang, pengrajin tahu dan
tempe menjerit dan panik karena harga kedelai melonjak melebihi ambang
psikologis.

Memanfaatkan jejaringnya, mereka membangun opini publik, protes,
berdemo ke Istana Presiden dan DPR untuk memprotes kenaikan harga
kedelai dalam negeri seakan hanya mereka yang terzalimi, lupa jika
petani kedelai sudah jauh lebih lama terzalimi. Bahkan, secara terbuka
mereka mengancam mogok produksi sampai ada keputusan pemerintah untuk
menurunkan harga kedelai.

Mereka lupa, kalau aku mogok juga, memang mereka bisa dan bakal jadi
apa? Mereka lupa berpuluh tahun petani kedelai tetap setia bertani dan
tidak pernah mogok. Andai petani mogok satu musim saja, apa yang akan
terjadi di negeri ini?

Pemerintah terpaksa menurunkan bea masuk impor kedelai untuk sedikit
meringankan beban pengrajin tahu dan tempe. Pengrajin lupa kondisi
chaos ini produk resultante perlakuan mereka terhadap aku dalam waktu
yang lama.

Tanpa disadari mereka melupakan keringat petani yang sudah miskin dan
tidak punya kemampuan untuk demo sekalipun. Mereka memanfaatkan
mahalnya harga komoditas strategis kedelai untuk memperoleh perhatian
dan dukungan masyarakat. Apalagi, saat ini tahu dan tempe merupakan
makanan dengan spektrum konsumen luas dan fanatik, termasuk keluarga
kaya, terdidik, perkotaan.

Ada yang memanfaatkan
Keresahan itu tanpa disadari terus di blow up dan dimanfaatkan oleh
sebagian kalangan untuk mendiskreditkan pemerintah. Mereka hanya ingat
nasib mereka, bagaimana dengan nasibku dan jutaan petani sepertiku?

Mereka lupa untuk mendapatkan pangan bergizi yang murah itu diraih
dengan mengorbankan nasib petani yang harus mendapatkan keuntungan
yang sangat kecil dari hasil usahanya. Mereka tak sadar kedelai impor
yang murah itu bukan karena usaha pertanian di negara pengekspor
(Amerika) lebih efisien, tapi lebih karena petani di negara tersebut
disubsidi dan ekspor kedelai mereka ke negara lain juga disubsidi
dengan berbagai fasilitas.

Andai subsidi itu tidak ada maka aku berani bersaing dengan mereka.
Sekarang terbukti, begitu lahan kedelai mereka berkurang, harga
kedelai mereka lebih mahal dari harga kedelai lokal, apalagi jika
subsidi dicabut.

Belajar dari pengalaman pahit ini, maka aku mengimbau agar pengrajin
tahu dan tempe serta pedagang kedelai harus mau bermitra dengan petani
kedelai sepertiku. Mari saling bersinergi, saling menghidupi, dan
hubungan mutualistik ini harus kita jaga keberlanjutannya. Jangan
silau dengan godaan kedelai impor karena harganya semu dan mungkin
saja muslihat asing untuk menghancurkan pengembangan kedelai nasional
agar Indonesia selalu bergantung pada negara maju tertentu.

Jika pengrajin tahu dan tempe membutuhkan kepastian usaha dengan harga
kedelai yang stabil dan terjangkau maka aku juga butuh kepastian usaha
dengan harga kedelai yang memberi keuntungan usaha yang layak. Aku
berharap mereka serta pedagang kedelai mau membuat kontrak denganku
dan dengan petani kedelai lainnya agar yang aku usahakan ini mendapat
jaminan pemasaran dengan harga yang layak.

Mari perbaiki keadaan ini mitraku, agar azab yang lebih besar tidak
datang lagi. Kalau itu terjadi, kita akan hancur bersama. Peringatan
dan pelajaran dari kejadian akhir-akhir ini harus diambil hikmahnya,
jangan sampai jatuh dan celaka pada masalah yang sama.

http://www.republika.co.id/kolom_detail.asp?id=320267&kat_id=16