Friday, December 10, 2021

Uni Soviet

Oleh Anis Matta
Ketua Umum Partai Gelora Indonesia

Hampir tidak terasa, hari ini adalah momen 30 tahun runtuhnya Uni Soviet, sebuah negara yang dianggap implementasi komunisme yang sempurna. 

Uni Soviet adalah buah dari pergolakan politik yang panjang sejak 1917, khususnya Revolusi Oktober atau Revolusi Bolshevik yang dipimpin Vladimir Lenin dalam meruntuhkan monarki Rusia. 

Awalnya, Uni Soviet adalah federasi dari beberapa republik Soviet, yakni Federasi Rusia, Federasi Transkaukasia, Ukraina dan yang sekarang disebut Belarus. 

Berdiri pada 30 Desember 1922, Uni Soviet muncul sebagai negara raksasa dengan wilayah dari Eropa Timur hingga Asia Tengah, seperti Uzbekistan, Turkmenistan, dll.  

Jika dihitung,  usianya hanya 69 tahun, tapi cukup untuk mengubah wajah dunia selama Perang Dingin. 

Sistem komunisme menempatkan manusia sebagai objek dari proyek besar yang mereka beri nama pembebasan dari penindasan kapitalisme. Namun itu dijalankan dengan cara-cara yang tak kalah menindas. Terutama menindas kehendak bebas manusia.  

Pada akhirnya, ketidakadilan dan kediktatoran ada batasnya. Kehendak bebas manusia akan mencari jalan dan meruntuhkan tembok yang mengungkungnya. 

Negara adalah organisasi sosial yang hidup-matinya mengikuti kaidah yg sama dengan semua organisasi: keberadaannya ditentukan oleh relevansinya. Ketika negara melanggar kontrak sosial untuk menegakkan keadilan dan menciptakan kemakmuran, maka ia kehilangan relevansi dan alasannya untuk tetap ada menjadi hilang.

Ada beberapa hal yang menarik ketika kita membahas runtuhnya Uni Soviet. Salah satu yang jarang dibahas adalah mengenai absennya nasionalisme dan identitas kebangsaan di Negara Beruang Merah itu. 

Uni Soviet adalah konfederasi dari 15 republik dengan wilayah yang sangat luas dan budaya yang berbeda. Namun keragaman identitas dan budaya itu tidak diapresiasi, bahkan direpresi, jika tidak berperan dalam perjuangan komunisme. Seni budaya tidak lebih dijadikan sarana propaganda, dan banyak seni budaya yang berakar pada aristokrasi Eropa digusur karena dianggap tidak sejalan dengan semangat komunisme. 

Selain itu, komunisme percaya pada internasionalisme dan menganggap nasionalisme adalah penghalang. Yang dicita-citakan adalah terbentuknya pemerintahan proletar sedunia dengan negara-negara sebagai satelit. Di sinilah sifat totalitarian komunisme. Artinya, semua aspek kehidupan ditundukkan bahkan direpresi dengan kekerasan demi eksistensinya sendiri. Akar kebangsaan dan budaya semuanya ingin  dihilangkan. 

Tidak adanya nasionalisme sebagai satu negara bangsa membuat rakyat Uni Soviet dengan mudah berpaling ke tawaran-tawaran lain ketika krisis ekonomi terjadi. Rakyat Uni Soviet tidak merasa punya alasan untuk berjuang mempertahankan negara yang selama ini kehadirannya dirasakan tidak relevan dengan hajat kemanusiaan mereka. 

Pergerakan etnonasionalisme membangkitkan ketegangan antar-etnis yang selama ini ditekan. Konflik di Nagorno-Karabakh pada 1988 memicu konflik etnis yang ikut melemahkan kesolidan Uni Soviet. Ketegangan antar-etnis ini juga yang menjadi sumber konflik di Eropa Timur ketika negara-negara komunis tumbang, seperti di Bosnia pada 1992-1995. 

Situasi ini jauh berbeda dengan bangsa Indonesia yang rela menderita dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan karena adanya cita-cita bersama. Hanya butuh kurang dari dua tahun sejak krisis ekonomi melanda pada 1990, Uni Soviet bubar pada 8 Desember 1991.