Wednesday, March 13, 2019

Telat Memahami Anis Matta & Fahri Hamzah

Catatan: Herry Cahyadi

(Mahasiswa Doktoral di International Relations Istanbul University Turki)

~ FYI, di Turki partai yang secara ideologi paling dekat dengan PKS adalah Saadet Partisi, bukan AKP. Erdogan adalah kader terbaik mereka (Saadet Partisi). Tapi, Erdogan paham, jika model politik Saadet dipertahankan, tak akan ada kemajuan. Susah mengubah dari dalam, akhirnya ia hengkang mendirikan AKP.

~ Erdogan disebut pembangkang, pengkhianat, bahkan kadang dimusuhi oleh kader “tarbiyah” Saadet. Ia “mengkhianati” cita-cita Erbakan, sang mahaguru bagi Erdogan, menurut kader Saadet. Tapi Erdogan justru tetap melenggang dengan visinya yang ia belajar banyak dari Erbakan.

~ Saadet Partisi, yang kental Islamisnya, yang merupakan metamorfosis dari Fezilet Partisi dan sebelumnya Refah Partisi, tak mengalami perubahan signifikan semenjak pembubaran pada 1998 dan 2001. Justru AKP yang merupakan pecahan kedua dari Fezilet Partisi yang dominan. Bukankah ini gebrakan?

~ Sampai sekarang, dengan model politik AKP yang menjelma menjadi rezim kuat hampir 2 dekade, seharusnya parpol itu (PKS -red) belajar bahwa politisi yang mampu membawa gebrakan harus difasilitasi, bukan dikebiri. Politisi yang mampu membaca zaman harus menjadi ujung tombak perubahan.

~ Dalam tubuh PKS dulu, ada dua anak muda yang progresif dan mampu membaca zaman; Anis Matta dan Fahri Hamzah. Keduanya ulung dalam politik, banyak baca, dan mampu mentranslasi sejarah menjadi modal gerakan. Kita merasakan gebrakan yang menggigit kala itu. Masa depan itu cerah. Biru.

~ Dulu, saya pun kesulitan memahami cara berpikir mereka berdua di tengah doktrinasi holistik yang jumud dan kaku. Saya pikir mereka ini mau ngapain dengan gagasan-gagasan yang tak lagi normatif. Baru belakangan saya paham bahwa perubahan itu perlu. Sejarah itu berulang tapi pembacaannya yang penting.

~ Jujur, saya baru benar-benar memahami semangat mereka setelah mempelajari AKP dari dekat di sini, di Turki. Luar biasa, ini bukan perubahan tanpa arah, ini grand design yang rapih dan paham medan. Saya menyesal telat memahami gagasan Anis Matta dan Fahri Hamzah waktu itu.

~ Jelas saya telat, wong mereka sudah lebih dulu membaca; lebih dulu mampu menerjemahkan sejarah. Sebab itu, justru saat ini saya merasakan kehilangan ruh pembaruan. Di saat saya memahami maksud mereka dulu, di situlah orang-orang seperti mereka tak lagi diberi panggung.

~ Mungkin banyak juga yang merasakan seperti saya. Benar bahwa kita adalah panah-panah terbujur yang siap dilepaskan dari busur. Tapi kita mau pemanahnya tahu kemana sasaran yang hendak dituju. Masalah tepat atau tidak, tak masalah. Yang penting ia tahu mau menembak ke mana.

Sunday, March 10, 2019

Sekilas Penaklukan Konstantinopel

Kata pertama yang akan muncul kala kita menyebut Konstantinopel adalah Al-Fatih. Atau Muhammad Al-Fatih tepatnya. Ia adalah kalifah ke-7 dari 30 khalifah Daulah Turki Utsmani yang sangat terkenal itu. Sosoknya tidak saja terkenal di dunia Islam, namun juga di dunia Barat atau Eropa bahkan dunia secara umum. Prestasinya yang luar biasa telah memberi perubahan sangat  signifikan dalam perjalanan sejarah dunia, khususnya sejarah Islam dalam mengambil alih kepemimpinan dunia. Bukan saja karena Konstantinopel dapat ditaklukan sebagai basis terakhir kekaisaran Byzantium Romawi, tetapi juga sebagai gerbang awal bagi Al-Fatih untuk menaklukan Eropa dari wilayah timur. Setelah bagian baratnya, Spanyol dan Portugal, lebih dahulu ditaklukan oleh Thoriq bin Ziyad dan Abu Musa bin Nusairi  dimana Bani Umayah membangun kekhalifahan ke-2 di bumi Andalus itu.   

 Kehebatan Muhammad Al-Fatih bukan saja karena kegeniusannya sebagai panglima perang dalam memimpin 250.000 pasukan untuk menaklukan Konstantinopel, namun yang lebih mendasar adalah pembuktian dari bisyaroh Rasulullah SAW tentang tipikal pemimpin yang akan menaklukannya. Yakni, sebagai seorang panglima terbaik yang diisyaratkan oleh Rasulullah Saw. :

”Sungguh, akan ditaklukan Konstantinopel oleh kalian, yang panglimanya adalah panglima terbaik, dan pasukannya pun adalah pasukan terbaik.”  (HR. Imam Ahmad)

Panglima terbaik. Pasukan terbaik. Itulah syarat yang ditetapkan untuk sebuah penaklukan. Masalahnya, bukan sekedar syarat yang bisa direkayasa atau dimanipulasi, karena pensyaratan itu berasal dari Allah dan Rasul-Nya. Dan masa kenabian-pun sudah berlalu lebih dari 800 tahun. Sehingga tidak bisa dimintai keterangan tambahan seperti apa syarat dan ketentuan yang berlaku untuk wujudnya panglima dan pasukan terbaik itu secara lebih detailnya.

Hanya ada satu cara saja yang bisa dilakukan, yakni mengikuti templet yang sudah dicetak dalam Al-Quran dan As-Sunah. Hanya itu. Dan Al-Fatih hanya melakukan itu. Bahkan, pada kenyataanya bukan hanya dia sendiri. Karena ia adalah khalifah ke-7, Dan ternyata upaya itu telah dilakukan sejak masa awal. Itulah yang dilakukan Utsman Al-Ghozi, khalifah pertama Turki Utsmani kala membangun kekhalifahan. Ia meletakan dasar-dasar yang kokoh untuk sebuah penaklukan agung yang diisyaratkan Nabi SAW dalam bisyarohnya.  Sehingga, visi kekhalifahan Turki Utsmani kala itu adalah; MENAKLUKAN KONSTANTINOPEL. Dan mulailah ia membuat templet ilahi untuk mencetak panglima dan pasukan terbaik dalam membuktikan bisyarot Nabi SAW yakni, menaklukan Konstantinopel.

Akhirnya, atas ijin Allah SWT, benteng yang sudah bertahan 1.123 tahun akhirnya bisa ditaklukan kaum Muslimin. Dan panglima terbaik yang dimaksud dalam isyarat Rasulullah adalah Muhammad Al-fatih, begitupun pasukan yang terbaiknya.

Sebagai sebuah parameter sederhana, untuk mengukur bahwa Muhammad Al-Fatih adalah panglima terbaik dan pasukannya adalah juga pasukan terbaik sehingga mampu menaklukan Konstantinopel seperti hadits Rasulullah SAW. Bisa dicermati dari dua kisah berikut.

Pertama, sehari menjelang serangan umum, pada hari senin tanggal 28 Mei 1453, Muhammad Al-Fatih memerintahkan seluruh pasukannya beristirahat. Menghentikan semua serangan ke benteng. Aktifitas pasukan dialihkan dengan melakukan amalan ibadah untuk bertaqarub pada Allah. Al-Fatih meminta seluruh pasukan berpuasa sunah, bertahajud pada malamnya dan memperbanyak tilawah Al-Quran, doa dan dzikir pada Allah untuk memohon kemenangan. Sehingga hari itu, tenda-tenda pasukan Al-Fatih berdengung dengan tilawah dan dzikir para perindu syahid. Seakan sudah tercium aroma surga dan para Malaikat memenuhi langit Konstatinopel yang semerbak dalam keberkahan-Nya..

Kedua, pada hari Jumat pertama setelah penaklukan, Muhammad Al-Fatih dan pasukannya akan melaksanakan sholat Jumat di katedral Hagia Sophia yang telah diubah menjadi masjid. Kala memilih imam sholat, Al-Fatih meminta seluruh pasukannya berdiri. Lalu ia menyampaikan beberapa hal untuk mencari siapa yang paling berhak menjadi imam. Al-Fatih berkata; “Siapa diantara kamu semua yang sejak akil balig sampai sekarang tidak pernah meninggalkan sholat wajib meski hanya sekali saja silahkan tetap berdiri.”  Tak ada seorangpun yang duduk semua tetap berdiri. Lalu Al-Fatih melanjutkan, “Siapa dianta kamu semua yang sejak akil balig hingga sekarang tidak pernah meninggalkan sholat rawatib meski sekali saja, silahkan tetap berdiri.”  Ada sebagian kecil pasukannya yang duduk. Sedang sebagian besarnya masih berdiri tegak. Al-Fatih kembali melanjutkan ucapannya, “Siapa diantara kamu semua yang sejak akil balig hingga sekarang tidak pernah meninggalkan sholat tahajud meski sekali saja silahkan tetap berdiri.” Maka semua pasukannya serempak duduk. Tak ada yang berdiri. Kecuali hanya tinggal Al-Fatih sendiri yang berdiri, karena ia tak pernah meninggalkan sholat tahajud sejak akil balig-nya hingga saat itu.

Jadi, dibutuhkan waktu 154 tahun sejak khalifah I, Utsman Al-Ghozi mencanangkan visi penaklukan Konstantinopel pada tahun 1299 sampai saat penaklukan pada tahun 1453 kala Muhammad Al-Fatih, khalifah ke-7 Turki Utsmani memimpin penaklukan agung itu. Bayangkan bagaimana sebuah proses berjalan dan keistiqomahan para khalifah Utsmani mengawal visi penaklukan itu  sampai ahirnya terwujud pada masa Muhammad Al-Fatih memerintah.

Friday, March 08, 2019

Terus Terang

Harga tiket untuk moda transportasi canggih baru di Jakarta: MRT dan LRT telah diusulkan. Untuk *MRT* harganya *Rp 10.000,-* untuk *LRT* harganya *Rp 6.000.-*

Sebelum kita semua bersorak senang melihat harga ini, mari kita bentangkan faktanya dulu, biar semua bisa terus-terang. *Bahwa untuk setiap lembar tiket LRT tersebut, pemerintah akan mensubsidi Rp 35.655,- sedangkan untuk setiap lembar tiket MRT tersebut, pemerintah akan mensubsidi Rp 21.659.-* Kenapa disubsidi ? Karena memang adalah faktanya, pembangunan moda transportasi canggih ini mahal. Jika tiket yang dikenakan full sesuai skala ekonomisnya Rp 30.000,- - Rp 40.000,- sekali jalan, itu MRT dan LRT tidak ada penumpangnya. Itu bisa jadi aib raksasa. Susah2 dibangun ternyata sepi. Toh, subsidi boleh2 saja.

Maka, mari kita berhitung dengan angka-angka. Jika dalam sehari (asumsi) ternyata jumlah penumpang LRT adalah 500.000 orang, itu artinya pemerintah membayar subsidi sebesar 17,8 Milyar setiap harinya. Berapa setahun? Rp 6,5 trilyun. Jika MRT juga punya penumpang yang sama sebanyak 500.000 per hari, subsidinya setiap hari adalah Rp 10,8 Milyar, setahun totalnya Rp 3,9 Trilyun. Dikombinasikan, MRT dan LRT itu berarti setiap hari pemerintah mensubsidi Rp 28,6 milyar, dalam setahun Rp 10,439 Trilyun. Tentu jumlah subsidi tidak akan sebesar ini jika ternyata penumpang hanya 100.000 orang per hari, atau lebih kecil.

Tapi berapapun jumlah penumpang, semua orang harus tahu persis bahwa:

1. Setiap lembar tiket yang digunakan naik LRT dan MRT itu ada subsidinya. Dan itu tidak kecil. Jika kalian pergi ke toko buku, lantas dibilang, setiap buku pendidikan yang kalian beli akan disubsidi sebesar Rp 35.000, wow, bayangkanlah seperti itu situasinya. Mau sejuta orang yang beli buku, semua dapat subsidi RP 35.000 setiap bukunya. Jika kalian pergi ke warung, diberitahu bahwa setiap susu, daging, makanan bergizi buat anak2 kita disubsidi RP 35.000  setiap kantong kresek, wow, kita juga akan berseru girang. Tapi sorry, pemerintah dalam urusan ini lebih memilih mensubsidi orang naik LRT dan MRT. Bukan yang lain.

2. Jika kalian naik LRT dan MRT, siapapun kalian, ingatlah, kalian disubsidi banyak orang. Penduduk di kampung kumuh, pedagang kaki lima, orang2 yang tinggal di bantaran kali, orang2 miskin, anak2 putus sekolah, mereka semua ikut mensubsidi kalian. Well yeah,  jangan merasa bersalah juga, santai saja, karena orang2 miskin ini sudah dapat kartu tunjangan loh, mereka dapat bansos, kartu keluarga sejahtera, jumlahnya katakanlah Rp 110.000/bulan. Mereka sebulan dikasih Rp 110.000 sebulan untuk susah payah menyambung hidupnya, kalian pengguna LRT dan MRT Rp 35.000 setiap perjalanan naik (kalau kalian sehari naik 4-5 kali, hitung sendiri subsidinya). Jadi semua telah disubsidi. Masalah adil atau tidak, well, yang pakaiannya keren, sepatu kinclong, kerja di kantor ber-AC, naik LRT, MRT, memang berhak disubsidi lebih keren. Orang2 miskin ini kan tidak bayar pajak juga, mereka seharusnya diusir dari Indonesia. Perusak pemandangan. Gusur! Gusur! Gusur!

3. Cam-kan di kepala kalian, catat baik2, setiap kali kalian mau melangkah naik MRT dan LRT, setiap tiket kalian disubsidi. Omong kosong soal nasihat lama itu. Sebaliknya yang ada, jangan tanyakan apa yang kita berikan kepada negara, tapi tanyakanlah apa yang diberikan negara kepada kita. Toh, yang kita terima dari subsidi MRT dan LRT ini masih keciiil saja dibanding yang diberikan negara kepada pejabat2 sana. Mereka terbang naik kelas bisnis, hotel berbintang, mobil dinas, dll, dll, dll. Jadi ngapain juga kita harus merasa terbebani dengan fakta itu.

4. Apakah orang2 kampung kumuh menikmati LRT dan MRT? Apakah jutaan penduduk Indonesia lain menikmati LRT dan MRT? Apakah ratusan juta penduduk Indonesia menikmatinya? Tanyakan pada rumput yang bergoyang. Lagian salah mereka sendiri, kenapa tidak ikutan naik saja. Kan tinggal siapkan uang 6.000 sudah bisa naik. Ow, mereka bahkan tidak punya uang 6000 untuk menikmati LRT, MRT, ampun dah, uang segitu saja tidak punya?

Kurang lebih demikian keterusterangan ini ditulis. MRT dan LRT sudah jadi. Mari bersulang memuja kehebatannya. Mari kita puja-puji semua kehebatannya. Lupakan soal trilyunan uang yang dibakar untuk membangun dan kemudian mensubsidi mobilitas orang2. Di negeri ini, kita memang lebih memilih membakar uang demi perjalanan, dibanding susu buat anak2 kita, buku buat anak2 kita, dan hal2 sejenis lainnya.

Tidak usah buru2 marah2 membaca tulisan ini. Saya ini tidak membenci siapapun. Rugi benci-membenci. Toh, Tere Liye itu penulis abal2 saja. Dia kalau nulis, datanya ngaco, tak paham sejarah, dan semua kejelekan lainnya. Jadi kalian tidak perlu marah. Tulisan ini cuma untuk membuat sedikit keseimbangan. Biar kita bisa melihat banyak hal dari banyak sisi pula. Tidak hanya mampet di sisi itu saja. Cinta buta, atau benci buta.

Tere Liye