Wednesday, January 13, 2010

Selamat Datang Neo Osmanism



Oleh M. Liii Nur Aulia

"Mereka menuduh kami Neo Osmanism. Kami katakan, 'Ya, kami adalah Neo
Osmanism,"
ujar Menteri Luar Negeri Turki Davitaglo.

Dahulu,Tahun 2002, pertama kalinya AKP (Adalet ye Kailcinma Partisi) atau
Partai Keadilan dan Pembangunan, menang mutlak dalam pemilu di Turki. Sebanyak
363 anggotanya pun masuk panlemen. Sebelum pelantikan, media massa memberitakan
para anggota AKP ramai-ramai mencukur janggut, guna menghindari tuduhan membawa
simbol Islam ke gedung parlemen. Turki, merupakan negara penganut ekstrim
sekularisme, dan sangat anti dengan simbol-simbol yang dianggap menjurus pada
agama tertentu, terutama Islam.

Tapi sesungguhnya, sejak 2002 ituIah, titik kehidupan politik Turki mulai
berubah. Dan sudah sejak itu, mãta dunia, khususnya Eropa dan Amerika,
menyimpan kekhawatiran besar. Lalu, titik perubahan itupun bergulir semakin
luas. Istana Kepresidenan Cankaya di Ankara, sejak itu dihuni oleh pemimpin
yang mengharamkan minum alkohol, dan, istrinya berjilbab. Padahal, selama 84
tahun sebelumnya, dari 'istana yang sama Jenderal Mustafa Kemal Attaturk
memimpin revolusi yang menumbangkan Kesultanan Usmani (The Ottoman Empire).

Kemenangan politisi Islam di Turki pun semakin menunjukkan eksistensinya pada
Agustus 2007. Saat ParlemenTurki mengambil sumpah Abdullah Gul (58) menjadi
Presiden Turki untuk masa jabatan 7 tahun. Gul selama ini dikenal sebagai tokoh
politisi Islam AKP menggantikan Presiden sekuler, Ahrnet Needet Sezer. Inilah
titik kedua perubahan Turki. Untuk pertama kalinya seorang politisi Islam
menjadi Presiden sejak Kesultanan Usmani ditumbangkan. Sejak itu, partai Islam
praktis mendominasi sistem politik Turki. Perdana Menteri dipegang Recep Tayyip
Erdogan, pendiri dan pernimpin puncak AKP. Ketua Parlemen, Bukn Arinc,juga dari
AKP. Lalu hampir seluruh kursi walikota disapu kader AKP, yang selalu menang
dalam berbagai Pilkada.

Arah Keislaman AKP Kian Jelas

Orientasi Islam Turki yang makin kuat mengarah kembali pada'akar khilafah
Islamiyah, melalui dalam banyak kebijakan dalam dan luar negerinya sempat
memicu upaya kalangan sekuler melarang aktifltas AKP pada Juli 2008; dengan
dalih lagi-lagi terkait kaitan AKP yang berwarna Islam itu dianggap berlawanan
dengan undang-undang. Tapi upaya ini gagal. Dan langkah-langkah AKP pun terus
bergulir kuat menunjukkan identitasnya yang cenderung pada keislaman. Turki
menunjukkan sikapnya yang tegas membela Palestina, saat tragedi serangan Israel
atas Gaza di Desember 2008.

Erdogan bahkan dalam salah kesempatan menyebut orang orang Turki sebagai
generasi Utsmani, mengingatkan Yahudi bahwa sebenarnya yang menyelamatkan
mereka dari tragedi holocaust adalah imperium Utsmaniyah. Di hadapan Presiden
Israel, Peres, Erdogan dengan tegas menyatakan jika, "tidakkah engkau ingat,
ketika bangsa Yahudi mengalami tragedi pembantaian di Spanyol pasca jatuhnya
daulah Islam di sana, juga ketika orang-orang Yahudi diusir dari Eropa di abad
petengahan, khalifah Utsmani-lah, orang-orang Turki-lah, kami-lah yang
melindungi dan menyelamatkan bangsa kalian!". Erdogan menjadi satu satunya
pemimpin negara yang mengangkat issu khilafah utsmaniyah di era modern ini.
Ketika itu, sejumlah analisa yang berkembang masih menyebut sikap Erdogan itu
barangkali dipicu oleh emosi yang spontan saja. Tapi ada juga analisa, bila
statemen yang justru mempertegas arah politik baru Turki, untuk kembali kepada
pola kekuasaan Khllafah Utsmaniyah.
Dalam waktu yang sama, Erdogan juga mengatakan, "Saya bukanlah kepala suku,
tidak pernah diizinkah siapapun berpikir untuk menghina atau merendahkan
pemimpin Turki atau menodai kemuliaan Turki, kami sebagai negara besar dan
kuat. Semua orang harus tahu itu." Bahasa seperti ini dianggap merupakan bahasa
kekhilafahan yang mengatasnamakan semua golongan dan sama sekali tidak
menerima direndahkan atau ditundukkan oleh kelompok.lain.

Dan baru saja di bulan Oktober 2009, Ahmet Davutoglu diangkat menjadi menlu
Turki. Davutoglu bukan tokoh asing bagi Turki dan AKP nya. Ia sebelumnya
memegang jabatan penasiltat Erdogan, dan disinyalir beberapa kebijakan luar
negeriTurki mémang lebih megemuka di kancah mnternasional. Oleh media-media
Arab, Davutoglu dijuluki sebagai Arsitek Politik Luar Negeri Turki (Muhandis
as-Siyasah aI-Kharijiyyah at-Turkiyyah). Davetoglu diduga hendak menjadikan
Turki kembali "mewarisi" keagungan imperium Utsmani (Ottoman) Turki yang
pengaruhnya malang melintang di sasah konstelasi global. Dalam sebuali
wawancara dengan televisi Aljazeera sebelum pelantikan, terkait beberapa
manuver kebij akan luar negeri Turki, secara tegas Davutoglu menyatakan, jika
"kami (Turki) tidak ingin hanya menjadi pengikut, apalagi penonton konstelasi
global, tetapi kami juga harus menjadi pemimpin, kami harus mengendalikan
beberapa arah kebijakan dunia."

Ya, Kami memang Neo Osmanism

Manuver politisi Islam Turki terus membelalakkan mata dunia. Tenlebih ketika
Oglu tegas mengatakan bahwa kami adalah Neo Osmanism (generasi baru
Utsmaniyah), di bulan November ini.

"Mereka menuduh kami Neo Osmanism. Kami katakan, "Ya, kami adalah Neo
Osmanism." Ungkapan tegas dan lugas ini pertama kali oleh Menteni Luar Negeni
Turki, dalam pertemuannya bersama para utusan partai di markas milker Fezlija
Hamam di Ankara, Turki. Suatu ketika Mènlu Devitoglu juga pernah ditanya
tentang kedekatanTurki dengan beberapa Negara Arab. Dengan tenang ia menjawab
"Turki bisa menjadi Orang Eropa di Eropa dan menjadi Orang Timur di Timur,
Karena kami adalah keduaduanya." Pola pikir yang merangkum semua kalangan
itulah, salah satu poin persepsi politik era Utsmaniyah.
Sebelumnya, AKP dan politisinya, meski telah memegang penuh tampuk pemerintahan
di Turki, sangat hati-hati menyatakan sesuatu terkait Khilafah Utsmaniyah, yang
merupakan pilar terakhir kekuasaan Islam di Turki. PM Turki, Recep Thaep
Erdogan, itupun sebelumnya berulangkali menuai tuduhan bahwa mereka mengarahkan
Turki pada proses Islamisasi dan kembali pada póla pemerintahan Turki Utsmani.
Erdogan dituduh akan menghidupkan kemball permasalahan dunia terkait
problematikan dunia Islam yang dahulunya pernah menenggelamkan pemerintahan
sekuler Turki. Melalui pemerintahan Islam itu, diduga Turki akan menjalin
jembatan kerjasama dengan seluruh unsur dunia Islam, tanpa kecuali.

Peran-peran luar negeri Turki pun semakin tak terbendung. Seperti tak ada
hambatan, Turki menyuarakan pembelaannya pada masalah-masalah Islam di pentas
internasional. Beberapa bulan lalu, Turki bahkan mengancam akan meninjau
kembali sikapnya mengenai pipa gas baru yang strategis untuk Eropa yang akan
.menghindari Rusia, jika perundingan tentang masuknya negara berpenduduk
mayoritas Muslim itu ke Uni Eropa dihambat. Ancaman PM Recep Erdogan itu
diucapkan di tengah-tengah krisis gas terburuk Eropa disebabkan sengketa antara
Rusia dan Ukraina yang menyebabkan kekurangan gas di seluruh benua Eropa.
Sehingga praktis nasib gas untuk Rusia sangàt bergantung pada belas kasih
Turki. "Jika kami menghadapi satu situasi di mana cabang energi itu diblokir
maka kami akan meninjau sikap kami" menyangkut Nabucco, kata Erdogan dalam satu
konferensi di Brussels.


Israel Gamang SikapiTurki

Sikap Erdogan walk out dari Forum Ekonomi Dunia di Davos (1/2009) setelah adu
mulut dengan Presiden Israel Shimon Peres mengenai konifik Gaza, mendapat
dukungan luas dan publik Turki. Ketika itu, Erdogan juga mengkritik hadirin
yang terdiri dan pejabat internasional maupun swasta karena mereka memberi
tepuk tangan atas pidato emosional Peres tentang serbuan ke Gaza yang
menewaskan lebih dari 1300 warga Palestina. Erdogan mengatakan Israel berlaku
biadab di Gaza. Ketika disambut di negaranya, Erdogan yang pernah menitikkan
air mata saat melihat korban luka bakar yang parah dan seorang bocah Gaza yang
dibawa ke rumah sakit Turki itu, menegaskan,bahwa ia memang titisan khilafah
Utsmaniyah, yang menjadi pilar kekuasaan terakhin Islam di abad 20.

Sejak itulah hubungan bilateral Turki dengan Israel mengalami masalah yang
semakin serius. Selain terkait pembantaian di Gaza, Turki juga berulangkali
melakukan tindakan yang sempat memicu kemaharan Israel. Bulan Oktober lalu,
Turki melarang keterlibatan Israel dalam latihan angkatan perang udara bersama
NATO di Konya, Turki. Lalu, televisi pemerintah Turki TRT1 menyiarkan serial
acara benjudul "Ayrilik" (Perpisahan) yang menampilkan gambar-gambar operasi
genosida (pembantaian massal) tentara-tentara Zionis saat menyerang Gaza bulan
Januani 2009. Tapi justru ketika situasi Israel memanas melihat tingkah polah
Turki, Sabtu (17/10) PM Turki Erdogan malah menegaskan jika negaranya, Turki,
adalah negara besar yang akan senantiasa melindungi orang-orang yang tertindas
dan terzalimi, serta tidak akan tinggal diam di hadapan sistem tiran yang
zalim. Disambung keesokan harinya dengan penegasan Presiden Turki Abdullah GuI
dalam wawancaranya, bahwa Turki siap menghadapi segala kemungkinan resiko yang
muncul akibat sikapnya. "Turki telah melakukan langkah yang benar untuk membela
kebenaran. Dan atas semua ini, Turki siap rnenghadapi semua kemungkinan resiko
dengan patriotis," demikian tandas Gul.

Meski secara lahir, konflik Israel dan Turki parah, tapi para pengamat tetap
memandang, Israel akan cermat menempuh langkah dan sikap menghadapi Turki.
Israel diperkirakan takkan terpancing akibat manuver politik Turki itü.
Sebabnya Israel tahu betul, menyambung api kemarahan Turki akan berdampak buruk
secara politik dan diplomatik bagi Israel. "Hubungan antara Israel dan Turki
adalah hubungan yang strategis dan telah dijaga selama berpuluh-puluh tahun,"
kata Barak dalam sebuah pertemuan tertutup. Dia menambahkan: "Meski hubungan
Israel-Turki seringkali naik-turun, Turki tetaplah menjadi sebuah negara
penting bagi kami."

Istilah Utsmaniyah memiliki magnet tersendiri bagi umat Islam yang telah
kehilangan kekuatan sejak keruntuhannya. Apakah, di tengah kebekuan suasana
politik negara-negana Arab, dan di antara permasalahan umat Islam di ragam
penjunu dunia, Turki benar-benar akan membawa pencerahan dan harapan bagi dunia
Islam?O


Tarbawi Edisi 217Thl1. DzuLhijjah 1430, 17 Desember 2009

No comments: