Saturday, May 09, 2020

PENAKLUKKAN ANDALUSIA


Sejarah mencatat umat Islam beberapa kali melakukan penaklukkan gemilang. Salah satu penaklukkan luar biasa itu adalah penaklukkan Andalusia/Semenanjung Iberia. Penaklukkan semenanjung ini terjadi pada masa pemerintahan Daulah Bani Umayyah di Damaskus, tepatnya pada masa Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik (705-715).

Dari sisi kecepatan operasi dan kadar keberhasilannya, ekspedisi ke Spanyol memiliki kedudukan unik dalam sejarah militer klasik. Penaklukkan Andalusia tercatat sebagai salah satu penaklukkan terhebat muslim di Eropa, kisah dari penaklukkan ini bahkan sangat dikenal hingga saat ini. Untuk itu pada pembahasan kali ini, akan dibahas lebih jauh mengenai penaklukkan Andalusia pada awal abad ke-8 M.

KONDISI ANDALUSIA SEBELUM PENAKLUKKAN PASUKAN ISLAM

Andalusia atau Al-Andalus adalah sebutan bagi semenanjung Iberia periode Islam. Sebutan itu berasal dari kata Vandalusia, artinya bangsa Vandal. Nama Vandalusia diambil karena bagian selatan semenanjung Iberia pernah dikuasai bangsa Vandal, sebelum kekuasaan mereka direbut oleh bangsa Gothia Barat/Visigoth pada abad ke-5 M.

Kerajaan Gothia Barat merupakan aristokrasi militer Jerman yang memerintah di Spanyol sejak abad ke-5 M. Orang Gothia harus berjuang lama untuk menggantikan pengaruh yang telah diberikan penguasa sebelumnya, bangsa Suevi dan Vandal. Kaum Gothia berkuasa sebagai penguasa absolut, dan sering kali bersikap kejam.

Ajaran Kristen Aria mereka jadikan sandaran, sekaligus mereka paksakan kepada penduduk pribumi yang menganut agama Katolik. Sebagai penganut Katolik, rakyat membenci kekuasaan kaum Gothia yang banyak bersimpangan dengan kepercayaan yang mereka anut.

Kalangan pribumi meliputi sejumlah besar golongan pelayan dan budak, tentu tidak puas akan nasib yang mereka dapatkan. Golongan ini lah yang nantinya akan bekerja sama dengan umat Islam saat penaklukan tahun 711 M.

Selain itu terdapat kaum Yahudi yang hidup dalam keterasingan, serta selalu ditindas oleh kalangan penguasa Gothia. Upaya-upaya dilakukan untuk memaksa kaum Yahudi untuk berpindah agama, diantaranya dengan mengeluarkan dekrit kerajaan pada tahun 612 M. Dekrit ini berisi perintah kepada semua penduduk Yahudi agar dibaptis, dan jika tidak patuh, mereka diancam dengan hukuman pembuangan dan penyitaan kekayaan.

Di bidang politik, terjadi pertikaian antara keluarga kerajaan dan bangsawan-bangsawan Gothia. Perselisihan ini menggerogoti kekuatan kerajaan. Menjelang akhir abad ke-6 M, para bangsawan Gothia telah menjadi raja-raja kecil di berbagai wilayah Andalusia, tentu hal ini semakin melemahkan konsolidasi pemerintahan Gothia.

Menjelang penaklukan oleh pasukan Muslim, Andalusia diperintah oleh Raja Roderick. Roderick berhasil naik tahta setelah menggulingkan pendahulunya, putra Witiza.

AWAL PENAKLUKKAN ANDALUSIA DAN KEMENANGAN THARIQ BIN ZIYAD

Ekspansi pasukan muslim ke semenanjung Iberia, gerbang barat daya Eropa, merupakan serangan terakhir dan paling dramatis dari seluruh operasi militer panjang yang dijalankan bangsa Arab. Penaklukan semenanjung ini diawali dengan pengiriman 500 orang tentara muslim (100 pasukan kavaleri dan 400 pasukan infanteri) di bawah pimpinan Tharif bin Malik, pada tahun 710 M untuk melakukan pengintaian dan pengumpulan informasi.

Tharif dan pasukannya mendarat di sebuah tempat yang kemudian diberi nama kepulauam Tharifa. Ekspedisi ini berhasil, dan Tharif kembali ke Afrika Utara membawa banyak Ghanimah. Berbekal informasi penting yang didapatkan Tharif, Musa bin Nushair, gubernur jenderal Al-Maghrib di Afrika Utara memutuskan untuk mengirimkan 7.000 pasukan Arab dan Berber di bawah pimpinan Thariq bin Ziyad, seorang mantan budak Berber.

Ekspedisi kedua ini mendarat di bukit karang Giblatar (Jabal Ath-Thariq) pada tahun 711 M. Di atas bukit itu Thariq berpidato untuk membakar semangat juang pasukannya, karena menurut informasi tentara musuh yang akan dihadapi berjumlah 100.000 orang. Dalam pasukan itu, Thariq mendapat tambahan 5.000 pasukan dari Afrika Utara, sehingga jumlah pasukan tersebut menjadi 12.000 orang.

Dengan kekuatan tambahan, Thariq yang memimpin 12.000 pasukan, pada tanggal 19 Juli tahun 711 M berhadapan dengan pasukan Raja Roderick di mulut Sungai Barbate/Guadalete (masih terjadi kesimpang siuran tempat terjadinya pertempuran) di pesisir Laguna Janda. Pasukan Thariq yang berjumlah 12.000 itu berhadapan dengan pasukan Raja Roderick yang berjumlah 25.000 orang. Pasukan muslim dengan gemilang berhasil mengalahkan pasukan Roderick.

Pengkhianatan dari musuh-musuh politik Roderick, yang dikepalai Uskup Oppas, saudara Witiza menjadi salah satu penentu kemenangan pasukan muslim. Pasca pertempuran tersebut nasib Roderick tidak diketahui secara pasti. Mayoritas sumber, baik kronik dan Arab maupun Spanyol, menyatakan Roderick hilang.

UPAYA PASUKAN MUSLIM MEMPERKOKOH KEKUASAAN DI ANDALUSIA

Setelah kemenangan penting ini, pasukan muslim berjalan melintasi kota-kota Spanyol dengan cukup mudah, hampir tanpa perlawanan berarti. Hanya beberapa kota, yang masih dikuasai banyak pasukan Gothia Barat yang mampu memberikan perlawanan berarti.

Thariq beserta pasukannya, terus bergerak melewati Ecija menuju Toledo, ibu kota Gothia, dan mengirimkan sejumlah pasukan ke kota-kota lain. Pasukan Thariq menghindari kota Seville yang dikelilingi benteng-benteng kuat, hal ini untuk mencegah berkurangnnya pasukan.

Pasukan lainnya berhasil menduduki Elvira, dekat Granada tanpa menemui kesulitan. Pasukan ketiga, yang terdiri atas kavaleri di bawah komando Mughith Ar-Rumi (orang Romawi) mencoba menyerang Cordoba. Setelah mencoba bertahan selama dua bulan, ibu kota masa depan umat Islam ini menyerah, karena pengkhianatan seorang pengembala yang menunjukkan jalan pintas ke dinding benteng.

Kota Malaga tidak memberikan perlawanan sama sekali. Di Ecija terjadi pertempuran paling sengit dari seluruh pergerakan pasukan muslim di kota-kota Andalusia, dan berakhir dengan kemenangan pasukan muslim.

Toledo, ibu kota Gothia Barat, berhasil diduduki berkat pengkhianatan sejumlah penduduk Yahudi. Sekali lagi penduduk pribumi memegang peran penting dalam penaklukan Andalusia.

Berkat semua kemenangan gemilang itu, Thariq yang mulai berlayar pada musim semi 711 M, di akhir musim panas telah menjadi penguasa (Gubernur) atas separuh wilayah Spanyol. Dalam waktu singkat dia juga telah menghancurkan seluruh kerajaan Gothia Barat.

PUNCAK PENAKLUKKAN ANDALUSIA

Pada Bulan Juni 712 M, Musa bin Nushair berangkat ke Andalusia dengan membawa 18.000 tentara, dengan tujuan menaklukkan kota-kota yang belum ditaklukkan Thariq. Di kota kecil Talavera, Thariq menyerahkan kepemimpinan kepada Musa. Pada saat itu pula Musa memproklamirkan Andalusia sebagai bagian dari wilayah kekuasaan Daulah Umayyah di Damaskus.

Usaha Musa untuk menaklukkan kota-kota yang dikenal dengan pertahanan kuatnya, membutuhkan waktu cukup lama. Kota Seville, kota terbesar dan pusat intelektual Spanyol yang pernah menjadi ibu kota Romawi, bertahan cukup lama menghadapi serbuan itu hingga akhirnya menyerah pada bulan Juni 713 M.

Perlawanan yang paling gigih diberikan oleh pasukan penjaga Merida. Tetapi setelah bertahan selama satu tahun, kota ini berhasil ditaklukkan pada 1 Juni 713 M. Penaklukkan selanjutnya diarahkan ke kota-kota bagian utara hingga mencapai kaki pegunungan Pyrenia. Di balik pegunungan itu terbentang tanah Galia di bawah kekuasaan Prancis.

Musa berambisi menaklukkan wilayah di balik pegunungan Pyrenia, namun Khalifah Al-Walid tidak merestuinya bahkan memanggil Musa dan Thariq untuk pulang ke Damaskus. Sebelum berangkat kembali ke Damaskus, Musa menyerahkan kekuasaan kepada putra keduanya Abdul Aziz bin Musa.

Abdul Aziz berhasil menaklukkan Andalusia bagian timur, sehingga dengan demikian seluruh Andalusia telah jatuh ke tangan umat Islam, kecuali Galicia sebuah kawasan terjal dan tandus di bagian barat laut semenanjung itu.

Andalusia menjadi salah satu provinsi dari Daulah Umayyah di Damaskus sampai tahun 750 M. Selama periode tersebut para Gubernur di Andalusia berusaha mewujudkan impian Musa bin Nushair untuk menguasai Galicia. Akan tetapi, dalam pertempuran di Poitiers di dekat Tours pada tahun 732 M, tentara Islam di bahwa pimpinan Abdur Rahman Al-Ghafiqi dipukul mundur oleh tentara Nashrani Eropa di bawah pimpinan Charles Martel, penguasa istana Merovingia.

Pertempuran itu menjadi titik akhir dari rentetan kesuksesan umat Islam di utara pegunungan Pyrenia. Setelah itu mereka tidak pernah berhasil meraih kemenangan yang berarti dalam menghadapi serangan balik kaum Nashrani Eropa.

Wallahu Ta'ala A'lam

Islam News Update

No comments: