Friday, October 30, 2020

Emmanuel Macron dan Pudarnya Jatidiri Prancis



Jumat, 16 Oktober 2020 dunia dikejutkan dengan peristiwa yang terjadi di Prancis. Dimana seorang guru sejarah yang bernama Samuel Patty (47 tahun) dibunuh dengan cara dipenggal oleh seorang pemuda bernama Abdoullakh Anzorov (18 tahun). Pembunuhan ini terjadi dikarenakan Samuel Patty memperlihatkan Karikatur Nabi Muhammad SAW yang diterbitkan oleh surat kabar Charlie Hebdo di dalam kelas. Tindakan ini tentunya bagi penganut Agama Islam jelas merupakan sebuah penghinaan.

Peristiwa ini tentu menimbulkan berbagai reaksi dan kecaman. Termasuk dari Presiden Prancis yaitu Emmanuel Macron. Alih-alih bukannya mengecam dua tindakan keji ini. Macron hanya mengecam tindakan pembunuhan yang dilakukan terhadap Samuel Patty. Bahkan lebih parahnya, Macron mengidentikan peristiwa pembunuhan ini sebagai aksi terorisme Islam. Tentu tindakan Macron ini menimbulkan gejolak di dunia Islam maupun di dalam negeri Prancis sendiri. Kampanye boikot produk Prancis merebak hampir diseluruh dunia Islam. Bahkan Paul Pogba yang merupakan pesepakbola Prancis sampai menolak membela Tim Nasional Prancis.

Publik tentu paham bahwa pembunuhan adalah sebuah kejahatan. Tetapi membiarkan penghinaan terhadap kelompok lain atas nama kebebasan adalah kejahatan itu sendiri. Apalagi dengan mengembangkan sentimen kepada kelompok lain tersebut. Harusnya Emmanuel Macron sebagai Presiden Prancis tampil mewakili jati diri bangsa Prancis dalam menyikapi dua kejadian ini. Jati diri bangsa Prancis bukan hanya sekedar bicara kebebasan (liberte) tetapi juga persaudaraan (fraternite) dan persamaan/kesetaraan (egalite).

Kebebasan (liberte), persaudaraan (fraternite) dan kesetaraan (egalite) bukan sekedar slogan yang lahir pada masa Revolusi Prancis. Tetapi merupakan semangat dan jati diri bangsa Prancis sehingga ia terjewantahkan menjadi bendera negara yaitu biru, putih dan merah. Maka sudah selayaknya bagi Macron selaku presiden berdiri diatas triwarna ini. Triwarna ini berdiri sejajar dalam bendera Prancis. Sehingga Prancis harus memberikan tempat yang sama dalam kebijakan politiknya untuk membangun persaudaraan dan kesetaraan selain kebebasan kepada warganya. Bahwa kebebasan yang diberikan kepada warganya tidak boleh mencederai nilai-nilai persaudaraan dan kesetaraan diantara warganya.

Shollu 'alan nabi,
Selatan Bekasi,
Fikry Haidar

Sejarawan Pinggiran

No comments: