Monday, June 10, 2013

Abu Dzar r.a. - Pejuang Sebatang Kara

BismilLahirRahmanirRahim

Assalamu'alaikum wa rahmatulLahi wa barakatuh,

Tidak perlu menjadi anggota organisasi preman kampung untuk
berjuang.
Tidak perlu AK-47.
Tidak perlu belajar bela diri.
Apalagi ilmu kebatinan.

Tidak perlu sombong.
Tidak perlu takut.

Berani!

Yang penakut itu salah.
Yang was-was itu tanda iman setengah batu. [baca: Surah 114]

Semua orang bakal mati.
Hanya itu yang pasti.

Kematian hanya sarana 'tuk menuju Sang Rahman dan Rahim
Yang Mencintai dan Dicintai Hamba-Nya.

Yang menentang Allah, hantam.
Yang sesuai, itu saudara.

Remang-remang hanya wilayah permainan setan.
Mencla-mencle sifat penipu pengecut munafik.
Bak koruptor yang "anti-korupsi"

Straightforward!

Pilihan hanya surga atau neraka.
Putih atau hitam.
Bukan fuzzy logic.

Benci dan cinta hanya karena Allah swt.

Semoga Ikhwanul Muslimin wafat husnul khatimah dalam ridha
Allah Azza wa Jalla.

Allahu a'lam

La haula wa la quwwata illa bilLah

Wassalamu'alaikum wa rahmatulLahi wa barakatuh,

---dakwah begins---

Kisah Abu Dzar r.a, Pejuang Sebatang Kara

Abu Dzar al-Ghiffari ra. sebelum memeluk Islam adalah
seorang perampok
para kabilah di padang pasir, berasal dari suku Ghiffar
yang terkenal
dengan sebutan binatang buas malam dan hantu kegelapan.
Hanya dengan
hidayah Allah akhirnya ia memeluk Islam (dalam urutan
kelima atau
keenam), dan lewat dakwahnya pula seluruh penduduk suku
Ghiffar dan suku
tetangganya, suku Aslam mengikutinya memeluk Islam.

Disamping sifatnya yang radikal dan revolusioner, Abu Dzar
ternyata
seorang yang zuhud (meninggalkan kesenangan dunia dan
mengecilkan nilai
dunia dibanding akhirat), berta'wa dan wara' (sangat
hati-hati dan
teliti). Rasulullah SAW pernah bersabda, "Tidak ada di
dunia ini orang
yang lebih jujur ucapannya daripada Abu Dzar", dikali lain
beliau SAW
bersabda, "Abu Dzar -- diantara umatku -- memiliki sifat
zuhud seperti
Isa ibn Maryam".

Pernah suatu hari Abu Dzar berkata di hadapan banyak orang,
"Ada tujuh
wasiat Rasulullah SAW yang selalu kupegang teguh. Aku
disuruhnya agar
menyantuni orang-orang miskin dan mendekatkan diri dengan
mereka. Dalam
hal harta, aku disuruhnya memandang ke bawah dan tidak ke
atas (pemilik
harta dan kekuasaan)). Aku disuruhnya agar tidak meminta
pertolongan
dari orang lain. Aku disuruhnya mengatakan hal yang benar
seberapa
besarpun resikonya. Aku disuruhnya agar tidak pernah takut
membela agama
Allah. Dan aku disuruhnya agar memperbanyak menyebut 'La
Haula Walaa
Quwwata Illa Billah'. "

Dipinggangnya selalu tersandang pedang yang sangat tajam yang
digunakannya untuk menebas musuh-musuh Islam. Ketika
Rasulullah bersabda
padanya, "Maukah kamu kutunjukkan yang lebih baik dari
pedangmu? (Yaitu)
Bersabarlah hingga kamu bertemu denganku (di akhirat)",
maka sejak itu
ia mengganti pedangnya dengan lidahnya yang ternyata lebih
tajam dari
pedangnya.

Dengan lidahnya ia berteriak di jalanan, lembah, padang
pasir dan sudut
kota menyampaikan protesnya kepada para penguasa yang rajin
menumpuk
harta di masa kekhalifahan Ustman bin Affan. Setiap kali
turun ke jalan,
keliling kota, ratusan orang mengikuti di belakangnya, dan ikut
meneriakkan kata-katanya yang menjadi panji yang sangat
terkenal dan
sering diulang-ulang, "Beritakanlah kepada para penumpuk
harta, yang
menumpuk emas dan perak. Mereka akan diseterika dengan api
neraka,
kening dan pinggang mereka akan diseterika dihari kiamat!"

Teriakan-teriakannya telah menggetarkan seluruh penguasa di
jazirah
Arab. Ketika para penguasa saat itu melarangnya, dengan
lantang ia
berkata, "Demi Allah yang nyawaku berada dalam
genggaman-Nya! Sekiranya
tuan-tuan sekalian menaruh pedang diatas pundakku, sedang
mulutku masih
sempat menyampaikan ucapan Rasulullah yang kudengar
darinya, pastilah
akan kusampaikan sebelum tuan-tuan menebas batang leherku"

Sepak terjangnya menyebabkan penguasa tertinggi saat itu
Ustman bin
Affan turun tangan untuk menengahi. Ustman bin Affan
menawarkan tempat
tinggal dan berbagai kenikmatan, tapi Abu Dzar yang zuhud
berkata, "aku
tidak butuh dunia kalian!".

Akhir hidupnya sangat mengiris hati. Istrinya bertutur,
"Ketika Abu Dzar
akan meninggal, aku menangis. Abu Dzar kemudian bertanya,
"Mengapa
engkau menangis wahai istriku? Aku jawab, "Bagaimana aku
tidak menangis,
engkau sekarat di hamparan padang pasir sedang aku tidak
mempunyai kain
yang cukup untuk mengkafanimu dan tidak ada orang yang akan
membantuku
menguburkanmu".

Namun akhirnya dengan pertolongan Allah serombongan musafir
yang
dipimpin oleh Abdullah bin Ma'ud ra (salah seorang sahabat
Rasulullah
SAW juga) melewatinya. Abdullah bin Mas'ud pun membantunya
dan berkata,
"Benarlah ucapan Rasulullah!. Kamu berjalan sebatang kara,
mati sebatang
kara, dan nantinya (di akhirat) dibangkitkan sebatang kara".

(Sumber tulisan oleh : NN, dengan beberapa edit oleh
Penjaga Kebun Hikmah)

No comments: