Saturday, June 22, 2019

Masa Keterpurukan Umat, Masa Panen Syuhada Untuk Kebangkitan Islam


Ia, Muhammad Mursi, adalah satu dari sekian banyak syuhada yang dipanen pada zaman ini. Masa ketika umat Islam tengah terpuruk. Bagai hidangan di hadapan musuh-musuhnya. Fase yang Allah swt sengaja kondisikan karena adanya pergiliran era kejayaan.

Sebuah umat akan mengalami masa kejayaan di muka bumi, dan akan menemui pula titik nadirnya. Khusus untuk umat Islam, itu adalah fase ujian untuk menyeleksi siapa yang teguh imannya, juga agar banyak yang mendapat kesempatan menjadi syahid.

”Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS Ali Imran: 140)

Ladang Jihad di Bawah Mulkan Jabbariyatan

Rasulullah SAW bersabda: ”Masa kenabian akan berlangsung pada kalian dalam beberapa tahun, kemudian Allah mengangkatnya, setelah itu datang masa Kekhalifahan mengikuti manhaj kenabian, selama beberapa masa hingga Allah mengangkatnya, kemudian datang masa Raja-raja yang Menggigit (mulkan ‘adhon) selama beberapa masa, selanjutnya datang masa Raja-raja/para penguasa diktator (mulkan jabbariyatan) dalam beberapa masa hingga waktu yang ditentukan Allah, setelah itu akan terulang kembali kekhalifahan mengikuti manhaj kenabian.” (HR Ahmad)

Dari sekian banyak asatidz yang mengulas tentang hadits di atas, saya belum menemukan yang tidak sepakat bahwa sekarang adalah fase Mulkan Jabbariyatan. Kapan terjadinya periode kenabian, sangat mudah dimengerti. Begitu pula Khulafaur Rasyidin selama 30 tahun, dimulai dari Abu Bakar r.a. dan diakhir oleh Ali bin Abi Thalib r.a. (atau Hasan bin Ali r.a.). Lalu berlanjut Mulkan ‘Adhon sebagai masa kekhalifahan yang berjalan dengan sistem kerjaan hingga berakhirnya Turki Utsmani. Dan kini adalah era raja-raja diktator yang berkuasa atas umat Islam.

Tak banyak negara yang memakai sistem kerajaan dewasa ini. Sebagiannya adalah negeri di mana umat Islam menjadi mayoritas penduduk. Kebanyakan mengadopsi bentuk pemerintahan republik. Namun sering kali meski mengklaim menjalankan demokrasi di negara berbentuk republik, tetap saja perilaku otoriter layaknya raja diraja diperlihatkan oleh pemimpin-peminpin itu.

Sederet nama seperti Hafez Al-Assad dan anaknya Basyar Al-Assad di Syiria; Anwar Sadat, Gamal Abdul Naser, Hosni Mubarak di Mesir; Saddam Husein di Irak; Muammar Khadafi di Libya, dan Suharto yang pernah memimpin negeri kita, adalah sampel tokoh-tokoh bertangan besi yang memerintah atas umat Islam. Masih banyak yang belum disebut. Tentu masing-masing tak sama level kediktatorannya, serta tak menutup kemungkinan tetap memiliki kebaikan dan manfaat untuk umat manusia.

Dalam periode Mulkan Adhon pun rasa gigitannya bervariasi. Ada yang setara mukan jabbariyatan seperti ketika Al Hajjaj berkuasa, bahkan ada yang pantas disejajarkan dengan Khulafaur Rasyidin, semisal Umar bin Abdul Aziz.

Di masa Mulkan Jabbariyatan ini tentu bervariasi juga. Ada yang benar-benar otoriter, ada pula pemimpin yang menunjukkan pembelaan kepada umat.

Sempat tipe pemimpin seperti Mursi bertahta di Mesir. Namun kebenaran hadits itu berlaku. Negeri Sungai Nil mengalir tersebut kembali dipimpin sosok yang sewenang-wenang. Hingga saya berkesimpulan, sekalipun sebuah negeri Islam mengalami demokratisasi atau sempat dipimpin penguasa yang memberi kebebasan, tetap saja di zaman ini akan kembali lagi pada kepemimpinan otoriter. Itu di Mesir. Bagaimana di Indonesia? Anda bisa merasakan sendiri.

Tapi begitulah ladang jihadnya. Ulama, du’at, dan para pejuang Islam seperti Omar Mukhtar, Sayyid Quthb, Hasan Al Banna, Buya Hamka, dll rahimahumullah menjadi sosok yang memenuhi sabda Rasulullah saw: “Sesungguhnya di antara jihad yang paling utama adalah mengutarakan kalimat keadilan di hadapan penguasa zalim.” (HR Tirmidzi) Mereka menempuh risiko dari diasingkan, dipenjara, hingga dibunuh.

Mursi wafat ketika tengah melakukan itu. Berpidato menyatakan kalimat keadilan yang hak di hadapan para hakim yang bekerja di bawah pemimpin zalim. Hingga wajar kita menyebutnya syahid, karena sesuatu dinilai berdasarkan zahirnya.

Kalau pun ada pemimpin yang demokratis, namun menolak menjalankan apa yang telah Allah turunkan, maka sama saja ia berlaku jabbariyatan. Sikap sombong apa yang lebih parah dari menolak bimbingan Allah swt?

Terpuruk Sebagai Hidangan Musuh Islam

Hadits lain yang persis menggambarkan kondisi umat Islam sekarang adalah seperti sabda Rasulullah saw berikut: “Hampir tiba masanya kalian diperebutkan seperti sekumpulan pemangsa yang memperebutkan makanan.” Maka seseorang bertanya: ”Apakah karena sedikitnya jumlah kita?” ”Bahkan kalian banyak, namun kalian seperti buih mengapung. Dan Allah telah mencabut rasa gentar dari dada musuh terhadap kalian. Dan Allah telah menanamkan dalam hati kalian penyakit wahn.” Seseorang bertanya: ”Ya Rasulullah, apakah wahn itu?” Nabi shollallahu ’alaih wa sallam bersabda: ”Cinta dunia dan takut akan kematian.” (HR Abu Daud & Ahmad)

Kata kunci dalam hadits di atas adalah wahn. Sebuah penyakit cinta dunia dan takut mati. Sudjiwo Tedjo pernah menulis di akun media sosialnya, "Pemimpin tangan besi mematikan nyali. Pemimpin yang dinabikan mematikan nalar." Begitulah, di bawah kesewenang-wenangan mulkan jabbariyatan, banyak umat Islam yang mati nyalinya sehingga takut menghadapi risiko atas berkata kebenaran dalam pengawasan rezim.

Pemimpin-pemimpin diktator itu sebenarnya ada di bawah kendali musuh Islam. Mereka bersikap keras kepada umat, namun pasrah menjadi boneka negara kafir yang sedang Allah izinkan menjadi adidaya.

Yang mengerumuni umat Islam pun tidak satu pihak. Tak hanya kaum kafir dari blok barat, blok timur pun ambil bagian. Mereka saling berebut untuk mengeksplorasi sumber daya alam di negeri-negeri Islam, serta mendikte pemerintahan yang berkuasa.

Dalam pada itu, gemerlapnya kemajuan di negeri-negeri kafir membuat umat minder dan mengagumi mereka. Terjadi gegar budaya. Cinta dunia tumbuh mengikis rasa bangga sebagai umat Islam.

Menantikan Kebangkitan Islam

Lanjutan hadits riwayat Ahmad itu, adalah kembalinya fase Khilafah di atas manhaj kenabian. Sesuai istilahnya, di masa tersebut pemerintahan yang berkeadilan akan tegak menaungi umat Islam dan kezaliman akan dientaskan.

Tetapi jangan terburu membayangkan yang muluk-muluk. Karena nyatanya, di era Khulafaur Rasyidin pun terdapat konflik.

Saya tidak tahu bagaimana persisnya kondisi dunia kala itu terjadi. Yang jelas, ada berita gembira bahwa Islam akan berjaya kembali. Manhaj kenabian yang adil akan menjadi dasar para penguasa dalam memimpin umat. Insya Allah.

Maka pilihannya, kita akan berpangku tangan sembari yakin masa itu akan datang, atau berjibaku untuk mengupayakan “sabab kauni”-nya. Kita bisa memilih ongkang kaki sambil menunggu Imam Mahdi - yang disebut-sebut dalam banyak hadits - muncul, atau berusaha agar umat Islam bangkit dalam keadaan tak tahu kapan kehadiran sosok yang ditunggu itu. Berjuang, setidaknya agar umat ini tidak terpuruk amat.

Kalau Anda memilih yang kedua, lantas bagaimana caranya? Setiap orang akan meraba, berijtihad, lalu menempuh jalan yang bisa berbeda-beda dengan orang/kelompok lain. Tapi semua itu dalam satu tujuan: Shohwah Islamiyah. Indah bila setiap kelompok bisa bersinergi. Sayangnya datang penyakit lain: rasa dengki dan syahwat membanggakan kelompoknya sendiri.

Meraba jalan kebangkitan itu, saya yang awam ini melihat bahwa penyakit wahn harus diobati. Tentu saja obatnya adalah bersikap kebalikannya. Yaitu tak takut mati dan tak cinta dunia. Berani menyatakan kebenaran meski mendapat ancaman penguasa zalim. Menanamkan cita-cita syahid dalam hati.

Dan menghapus rasa cinta dunia melalui sikap dermawan. Karena di berbagai belahan dunia, umat Islam butuh uluran tangan. Di Palestina, Rohingya, Uyghur, dan banyak lagi. Serta mengenyahkan sikap kampungan yang mudah terkagum dengan kemajuan negeri kafir. Bukan kekafiran yang membuat mereka lebih maju dari kita, tapi lemahnya kita menjalankan Islam dengan benar.

“Janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri” (QS Ali Imran: 196)

"Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (darjatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS.Ali ‘Imran:139)

Hadits lain juga bisa menjadi pedoman. “Tali/buhul ikatan Islam akan putus seutas demi seutas. Setiap kali terputus, manusia bergantung pada tali berikutnya. Yang paling awal terputus adalah hukumnya, dan yang terakhir adalah shalat.” (HR. Ahmad)

Agar tali Islam utuh lagi, maka mulailah dari ikatan terdekat: yaitu sholat. Bila tiap pribadi muslim telah mendirikan sholat, maka kemungkaran di muka bumi pun berkurang.

Buhul berikutnya bisa jadi menumbuhkan semangat untuk patuh berzakat. Karena dalam Al-Qur’an, sering kata sholat disandingkan dengan zakat. Bersama dengan itu, riba dan sistemnya pun harus diperangi. “…Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah…” (QS 2: 276)

Hingga yang terakhir adalah kepemimpinan di atas manhaj nubuwwah terwujud.

Tapi jangan nafikan dan anggap keragaman gerak organisasi/kelompok Islam itu tak tahu prioritas. Bahwa ada yang bergerak di bidang kultural, pendidikan, ekonomi, bahkan politik, itu demi mempersiapkan simpul-simpul tali Islam untuk dirajut. Bila simpul sholat telah terikat sempurna, insya Allah simpul-simpul berikutnya sudah dikondisikan dan mudah diikat karena perjuangan suatu kelompok Islam yang fokus pada bidang tersebut.

Ya, masa kejayaan Islam akan datang juga pada akhirnya. Tapi jangan berpangku tangan. Jadilah orang yang menghadirkan sabab kauni atas masa itu. Ajak diri dan umat untuk mendirikan sholat, membayar zakat, enyahkan penyakit wahn, dan umat akan menjadi saksi kerja-kerja kita.

Dan katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (At-Taubah: 105)

Allahua’lam bish showab.

Zico Alviandri

No comments: