Wednesday, July 28, 2004

Bakat Anda

Dulu sewaktu kita masih remaja mungkin kita pernah membuat diary atau catatan harian yang kita tuliskan dalam sebuah buku yang mungkin gak boleh dibaca oleh orang-orang.
Atau kita kadang membuat puisi-puisi pendek sekedar untuk melepaskan amarah kita disaat saat tegang dan tertekan.Hal-hal tersebut harus terus ditumbuh suburkan karena dari hal tersebutlah orang menjadi berkembang secara mental dan spiritual. Dari belajar menulis tentang diri sendiri orang bisa berkembang menjadi penulis handal atau pengarang buku hebat. Karena sebenarnya tulisan adalah alat komunikasi tertua kedua setelah kemunikasi verbal. Dalam diary yang kita tulis kadang kita sering curhat dan membicarakan diri kita yang hebat atau diri kita yang gagal meraih sesuatu hal yang menjadi harapan dan rencana-rencana hidup kita. Dalam tulisan yang kita buat tersebut kadang kita bisa menjadi hakim bagi orang lain, menjadi fir'aun atau menjadi seorang ustadz kondang yang pintar berceramah.
Tapi lama-kelamaan kita bosan dengan tulisan-tulisan kita karena isinya itu-itu saja lalu kita mulai meninggalkannya perlahan-lahan padahal kita meninggalkan sesuatu yang sangat berharga yang muncul dari dalam diri kita sendiri.
Mungkin kita merasa tangguh sendiri, merasa perkasa dan tak perlu lagi bertangis-tangisan dalam tulisan-tulisan kita atau kita tak punya waktu lagi untuk merenung dan menorehkan kata-kata ke atas sebuah kertas putih.
Tapi hal tersebut adakalanya muncul kembali dalam diri seorang dilain waktu mungkin disaat seseorang telah merasa mapan dalam kehidupannya sekedar mengekspresikan diri atau mungkin merasa butuh kembali dengan tulisan-tulisannya untuk mengingatkan dirinya atas idealisme dan cita-cita yang belum dan akan dicapainya dimasa kini atau dimasa yang akan datang.Bila hal itu kembali maka seseorang akan mulai berkaca dalam tulisannya tersebut. Mungkin seseorang tersebut dimasa kininya mulai jauh dari idealisme yang diawal kehidupan dewasanya sangat kental dengan nuansa idealisme konservatif dan penuh hujatan terhadap hal-hal yang jauh dari kebenaran dan sangat-sangat anti kemapanan.
Tapi keadaaan seseorang mulai berubah disaat dia secara tidak sadar mulai termakan cara-cara hidup hedonisme dimana sewaktu dia muda sangat sederhana dan menjauhi kesenangan yang melalaikan.
Memang....adakalanya itu terjadi dalam hidup kita yang terus berubah dari waktu ke waktu walaupun kita tetap merasa tidak pernah berubah dan selalu begini-gini saja, merasa tetap sederhana dan tidak bermewah-mewahan tidak merasa hedonis, kalau pun hedonis pasti merasa hedonis religius.
Jika kita merasa ge-er dengan kepribadian kita dan cara-cara hidup kita yang tidak pernah berubah padahal kita sudah jauh dari apa yang kita cita-citakan dulu, mungkin itu adalah suatu kemunduran atau kalau tidak suatu keterpurukan.
Mungkin hal tersebutlah yang membuat sayyidina Umar Ibnul Khatab Al Faruq menangis saat bersama para sahabat melihat semangat orang-orang yang lebih muda dari mereka, yang saat itu begitu semangatnya menyambut da'wah Rasulullah yang menjadi idola mereka, Umar ketika itu berkata alangkahnya bahagia menjalani kehidupan awal yang penuh semangat ketika mereka sangat penuh dengan energisitas yang tinggi dalam menyambut seruan Allah dan RosulNya ketika baru pertama kali merasakan kemanisan iman saat menjadi mualaf, lalu berlalulah waktu atas mereka sehingga mereka melupakan romantisme keimanan yang mereka alami dimasa-masa awal tadi.
Adakalanya seseorang punya putaran waktu yang dijadikan fase-fase untuk lebih dewasa atau bercita-cita menjadi dewasa. Fase-fase itu adalah masa bujangan, masa setelah menikah, masa perjuangan menuju kemapanan dan masa tua menuju kematian
Biasanya setelah menikah kita mengharapkan perubahan yang besar terhadap sejarah hidup kita, kita berharap otak kita otomatis ter up-grade menjadi lebih dewasa lebih taqwa dan lebih militan keidealismeannya dan lebih konservatif...itu idealnya tapi yang didapat mungkin kebalikannya mungkin justru setelah menikah kita menjadi terlena dan menjadi semakin lalai. Akibatnya kita tidak mendapatkan semangat itu karena kita sudah mabuk kesenangan.
Dulu mungkin kita berharap untuk menjadi pahlawan bagi orang lain dan bagi orang-orang di sekitar kita, atau ingin menjadi kebanggaan bagi keluarga dan kedua orang tuanya kini malah menjadi pahlawan bagi dirinya sendiri, ya jadi pahlawan yang bukan memperjuangkan apa-apa tapi berjuang untuk dirinya sendiri untuk kemapanan sendiri untuk kemakmuran sendiri untuk kepentingan sendiri dan untuk memenuhi segala egosentris sebagai manusia seutuhnya.
Kita harus jujur pada diri kita sendiri bahwa kita belum juga bisa memaksimalkan apa yang ada dalam diri kita.Dan kita harus ingat hanya orang-orang tertentu saja yang bisa menggunakan dan memaksimalkan seluruh potensi yang dimilikinya untuk dimanfaatkan bagi lingkungan sekitarnya.
Mungkin dengan cara kembali kepada semangat awal kita dan kembali pula kepada niat kita yang lurus akan mengubah hidup kita menjadi lebih terarah. Salah satu caranya dengan menggali kemampuan nalar kita dengan menulis, karena dengan demikian kita bisa mengevaluasi memuraja'ah dan memutaba'ah niat kita terhadap Allah, Rasul dan kaum muslimin disekitar kita agar kita lebih hidup dan merasa cukup sekaligus bersyukur dengan apa yang Allah berikan kepada kita diwaktu dan keadaan yang kita jalani sekarang ini...
Alangkah bahagianya bisa menjadi demikian.

Melepas Nafas
6:10 PM 6/23/03
Setiap orang dilahirkan dengan bakat yang terpendam lalu dengan berbagai polesan dari lingkungan dan pendidikan yang didapatnya maka muncullah hal-hal yang tak terduga sehingga orang tersebut dalam sepak terjang dan sejarah kehidupannya dapat berubah seketika karena bakat yang dimilikinya positif atau bahkan bakat negarif sekalipun.
Pernah seorang kawan bercerita bahwa pada suatu saat dia pernah terdesak dengan waktu yang mengejar dia karena dia diminta untuk mengisi acara suatu pesantren kilat dengan apresiasi seni dan puisi. Padahal orang tersebut pada awalnya tidak suka dengan hal-hal yang berbau sastra dan seni, kemudian dengan serta merta dan terburu-buru dia mencari sebuah teks kumpulan-kumpulan puisi-puisi Bosnia berikut kaset rekaman acara pembacaan puisi oleh penyair-penyair muslim di TIM yang kebetulan disaat itu lagi hangat-hangatnya dibicarakan sehubungan dengan pembantaian umat Islam Bosnia oleh separatis Serbia di wilayah Balkan.
Semua bahan-bahan itu dia pelajari berikut juga dengan mendengarkan kaset rekaman sehingga dia menjadi yakin dengan apa yang ada pada teks dan cara mengucapkannya, ekspresi dan ungkapan perasaan yang harus ditampilkan demi membangkitkan suasana ukhuwah Islamiyah yang ingin ditonjolkan seperti acara pembacaan puisi di TIM.
Dan apa yang terjadi secara singkat sangatlah mengejutkan, ternyata sang kawan kita tadi punya bakat untuk berekspresi lewat seni dan dia juga tak percaya itu terjadi pada dirinya.Puisi yang dia baca persis seperti apa yang diekspresikan oleh Taufik Ismail atau seperti Sutardji Calsum Bakhri yang mirip orang gila berteriak-teriak dan mengebrak-gebrak meja dihadapan santri-santri pesantren kilat saat itu. Sambutan para santri riuh rendah dalam tepukan tangan dan kawan kita tercengang merasa bisa dan telah berhasil, disaat itulah dia tahu bahwa dia memendam bakat itu dalam dirinya tanpa dia sadari.
Itu salah satu contoh seseorang yang menemukan dirinya mampu dan memiliki bakat sehingga dapat dimunculkan kepermukaan kemudian bagaimanakah dengan kita. Mungkin kita punya bakat itu.
Sebagai bahan renungan bahwa bakat itu bukan hanya milik anak-anak yang baru akan dewasa, bukan hanya milik mereka, bakat juga bisa kita temukan dalam diri kita setua apa pun umur kita saat ini.Hanya saja mungkin kita tak punya kesempatan untuk memunculkannya kepermukaan disamping faktor malu atau tak percaya dengan diri kita.
Intinya ketika orang lain percaya kita punya suatu bakat terpendam maka mulailah percaya dengan mereka karena yang bisa melihat kita adalah orang-orang disekitar kita. Atau jika suatu saat ada acara yang bisa melatih nalar kita untuk mempertajam bakat yang kita miliki seperti workshop atau seminar maka buru-burulah ikut agar tak ketinggalan. Siapa tahu itu adalah salah satu jalan kita menuju perubahan hidup dan masa depan kita yang akan datang.
Sehingga ketika tiba suatu saat untuk menunjukkan bakat kita, diharapkan diri kita semakin matang dipoles dengan training-training yang membuat nalar bakat menjadi tajam.
Ibarat melepas nafas keudara supaya tidak sesak menggumpal didalam dada dan merasa bebas berekspresi dengan bakat yang kita miliki tersebut. Hanya saja jangan takut untuk memulai, masa bodolah dengan pendapat orang lain yang mencoba menggugurkan nilai bakat yang kita miliki.Toh mereka belum tentu bisa melahirkan karya seperti apa yang kita kerjakan dengan potensi yang kita gali dalam diri kita sendiri.

No comments: