Wednesday, November 09, 2016

Strategi Bisnis dibalik Kisah Nabi Nuh As.

Terkisah Nabi Nuh As., yang diuji dengan ummat yang sukar diajak untuk beriman. Terkabar dari ilahi akan hadirnya banjir bandang.
Nabi Nuh AS kemudian membangun kapal di atas gunung nan tinggi.
Semua orang mengejek, mencela, bahkan menganggap gila.
Tak hanya ummatnya, anaknya pun tak sanggup ia Selamatkan.

Banjir besar pun datang. Menyapu peradaban.
Kecuali mereka yang beriman. Yang memilih menaiki bahtera harapan. Itulah sejengkal kisah peradaban. Dihadirkan agar diambil pelajaran.

Kali ini tidak dibahas kisah Nabi Nuh sebagai seorang ulama.
Namun kita mengambil ibroh bisnis dari kisah Nabi Nuh.

Kisah Nabi Nuh dan Kapalnya mengusik pikiran.....
Bagaimana kisah Nabi Nuh ini berkesuaian dengan apa yang terjadi dalam dunia bisnis sekarang : disruption atau penggilasan.

Di tahun 1990an, santer terdengar isu tentang perkembangan dunia telekomunikasi.
Isu santer itu bernama Global System for Mobile-Communication atau yang disingkat dengan GSM.
Ada isu besar, bahwa ada teknologi yang membuat manusia tak lagi berkomunikasi via kabel.
Teknologi ini membuat manusia bisa terhubung secara nirkabel.

PT. Telkom sebagai raksasa telekomunikasi sedang menikmati indahnya pembayaran tarif telepon fix line.
Dengan bersumber dari pembayaran telepon rumah, Telkom sedikit terbuai, namun tidak untuk beberapa orang yang meyakini "Banjir Bandang" akan datang.
Banjir Bandang itu bernama GSM.

Sejak tahun 1993, mereka bergerak mendirikan bakal calon anak perusahaan yang kan berteknologi GSM. Dan di tahun 1995, berdirilah Telkomsel.

Membangun Telkomsel di tahun 1995, ibarat membangun Kapal di atas gunung.
Tidak sedikit pesimisme dan cibiran berdatangan dari mereka yang tidak "mengimani" banjir bandang GSM.
Itulah kabar burung yang kita dengar dari para pendiri Telkomsel di generasi pertama. Mereka seakan orang-orang aneh dalam sejarah.

Di tahun awal-awal pendiriannya, Telkomsel cukup terseok menghadirkan layanan.
Pelanggan pun masih sangat minim. Maklum, tekonologinya masih belum merata.

Sejarah berlalu, banjir bandang pun terjadi. Arus GSM mengalir keras ke peradaban.
Perangkat mobile phone menyesaki saku-saku penduduk Indonesia.
Peradaban telepon rumah seakan ditinggalkan. Sebagian dipertahankan untuk sekedar syarat pencairan kredit bank.

Kini, konon Telkomsel memasok mayoritas pendapatan Telkom Group.
Perusahaan yang dahulu dicibir ini mendadak menjadi "Bahtera Nuh" bagi perusahaan raksasa telekomunikasi Indonesia. Selamat.

Sejalan dengan cerita Nabi Nuh, teknologi GSM ini hadir bersamaan dengan teknologi internet, surel dan kerabatnya.
Sebuah perusahaan jasa pengiriman nasional yang tak bisa disebutkan namanya, entah bagaimana, tidak begitu mengimani kabar hadirnya "Banjir Bandang" Teknologi.

Kini perusahaan tersebut bertahan walau berat.
Andai perusahaan tersebut sempat membangun "Bahtera Nuh"-nya, Saya yakin, keadaan perusahaan tersebut tak akan seperti saat ini.

Aset-aset perusahaan tersebut kini mulai menua dan tak terawat.
Model bisnis mereka kini mulai direvolusi menjadi payment gateway dan ekspedisi barang.
Walau terseok, mereka tetap bertahan. Persis seperti kampung paska banjir : recovery nya berat.

Ada beberapa hal yang dapat kita petik dan ambil sebagai bahan pelajaran :

1. Banjir Bandang Pasti Datang.  Dalam dunia yang terus bergerak, perubahan adalah hal yang pasti terjadi.
Yang jarang disadari adalah... perubahan yang terjadi akan berdampak seperti banjir bandang.

Renungkanlah hal berikut ini:  Mereka yang berbisnis di industri kapal feri. Sebuah moda angkutan laut jarak pendek.
Umumnya menghubungkan pulau antar selat. Apa yang terjadi jika pemerintah berhasil membangun jembatan atau terowongan bawah laut? Banjir bandang.
Berbisnis jualan pulsa, bagaimana jika suatu hari dunia terkoneksi internet, sehingga orang tidak perlu lagi membayar pulsa untuk berkomunikasi? Banjir bandang.
Berbisnis kursus bahasa inggris, bagaimana jika suatu saat, ada platform edukasi bahasa inggris yang tidak lagi membutuhkan kehadiran fisik peserta didik? Banjir bandang.

Bisnis apa pun yang kita lakukan hari ini, tidaklah lepas dari ancaman banjir bandang. Karena begitulah dunia terus berubah

2. Mari membangun Bahtera Nuh

Banjir Bandang adalah keniscayaan, namun hal itu bukanlah ancaman ketika kita telah berhasil membangun Kapal di atas gunung.
Seperti Telkom yang berhasil membangun Telkomsel, Seperti Trans Grup yang berhasil memodifikasi Mallnya menjadi wahana rekreasi, karena mereka menyadari.. bahwa orang tidak akan lagi datang ke mall untuk berbelanja, namun untuk rekreasi. Dan biarkan impulse buying sebagai trigernya.

Apakah saat ini kita sudah membangun "kapal Nabi Nuh" ?

3. Yang menghina hanya akan tenggelam.  Lihatlah kisah Nabi Nuh, mereka yang menghina akhirnya larut bersama banjir bandang. Ini persis seperti kesadaran Kodak akan kamera digital.
Mereka mentertawakan konsep camera digital yang tidak memiliki film didalamnya. Kodak mentertawakan kapal Nuh yang dibangun canon. Dan sekarang kodak tenggelam dalam "kekufurannya"

Begitu juga Nokia, yang mentertawakan android, dimana nokia sangat mengagung-ngagungkan syimbian nya. Akhirnya mereka harus tenggelam bersama kesombongannya.

Begitulah biro-biro travel yang tidak move on ke perilaku digital. Mereka harus gigit jari melihat Traveloka melahap hampir seluruh market share penjualan tiket mereka. Mereka tenggelam bersama banjir bandang perubahan.

Semoga Allah melindungi kita semua, dari Banjir Bandang yang tak kuasa kita atasi.

Dan semoga Allah menuntun Kita semua, agar mampu membangun Bahtera Nuh

No comments: